Lebih jauh, Clifford Geertz dalam bukunya The Interpretation of Cultures, menjelaskan, bahwa manusia merupakan makhluk yang bergantung pada jaringan-jaringan makna yang ditenunnya sendiri, kebudayaan adalah jaringan-jaringan makna tersebut (Clifford Geertz, 1975:5). Substansi kebudayaan itu berupa norma dan nilai yang terbentuk ke dalam suatu sistem, yaitu berupa sistem nilai dan norma (pengetahuan) yang terorganisasi sebagai pegangan bagi masyarakatnya untuk berperilaku waja (Paul B. Horton dan Hunt Chester L, 1991:59; Amri Marzali, 1997:xix). Sebagai manusia yang berkebudayaan pastilah budaya yang diwarisi saat ini merupakan suatu bentuk yang lahir melalui proses panjang jauh sejak masa lampau.
Oleh karena ajang kontes Miss World bukanlah warisan budaya bangsa Indonesia dan tidak pula memiliki nilai dan norma yang sesuai dengan nilai dan norma yang dipahamai oleh bangsa Indonesia yang beragama dan berbudaya ketimuran, sekali lagi ajang tersebut harus segera diboikot oleh semua unsur masyarkat Indonesia. Terutama pemerintah Indonesia dan kabupaten/kota penyelenggara jika tidak ingin terjadi konflik vertikal dan horizontal yang datang dari kelompok masyarakat yang keras menentang jalannnya acara tersebut.
Negara dalam UUD ’45 memang telah menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul, berkreasi menuai prestasi dan meningkatkan potensi diri. Akan tetapi bukan kebebasan tanpa kendali dan nihil etika serta moral yang tidak bernilai sehingga terjadi inflasi kebebasan yang tidak terkendali. Sekali lagi atas dasar tersebut di atas penulis mengajak kepada masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menolak ajang pencarian ratu sejagad atas dasar Agama, moral dan Budaya Bangsa Indonesia. Kepada SBY, saatnya untuk berbulan madu dengan umat Islam diakhir masa jabatan Presiden dengan melarang kontes ratu sejagad tersebut, jika tidak ingin melukai ulama dan umat Islam Indonesia. Wassalam...
(Suwardi, SE. Sy adalah Wakil Direktur dan Peneliti Ekonomi – Politik FiSTaC. Anggota PELANTA (20130729)