MUARASABAK - Madrasah Diniya (Madin) atau lebih dikenal sekolah sore maupun sekolah arab, ternyata proses kepengurusan izinnya tidaklah mudah. Kakemenag Tanjab Timur, Drs HM Umar MHI, melalui Kasi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam, Drs H Syarifuddin, mengatakan untuk Madin memperoleh izin setidaknya proses belajar mengajar Madin minimal harus berjalan dua tahun. \"Kalau belum dua tahun kami tidak akan memberikan izin,\" ujarnya.
Dia beralasan, bila Madin diberkan izin dibawah dua tahun, dikhawatirkan Madin belum tentu bisa berjalan hingga tahun-tahun berikutnya. \"Bisa saja baru berjalan setahun kurang madin sudah tutup,\" katanya.
Saat ini, lanjutnya, terdapat lima Madin yang mengurus izin berdiri. Tapi kelima Madin itu harus menunggu izin hingga dua tahun kedepan. \"Kalau dua tahun lewat berjalan baru kami keluarkan izin,\" jelasnya.
Selain masalah perizinan yang baru dikeluarkan dalam dua tahun, menurutnya syarat lain Madin minimal harus memiliki siswa didik 15 orang. \"Kalau kurang dari itu izin belum bisa dikeluarkan. Bagaimana perkembangan, kalau sudah memungkinkan baru kasih izin,\" terangnya.
Disinggung mengenai standarisasi pendidikan guru madrasah? Dia mengungkapkan secara kompetensi guru-guru Madin minimal harus memiliki ijasah SMA sederajat sampai seterusnya keatas. Namun karena Madin merupakan pendidikan non formal, pendidikan minimal bukan lagi kriteria bagi guru-guru Madin. \"Karena guru-guru Madin susah dicari. Apalagi Madin itu dari masyarakat untuk masyarakat,\" paparnya.
Dicontohkannya, ada kyai tidak memiliki ijazah SMA bisa mengajar di Madin. Sehingga kyai ini bisa membantu melakukan aktifitas belajar mengajar di Madin. \"Terlebih yang menjadi Madin adalah persoalan imbalan yang jauh dari yang diharapkan,\" tandasnya.
(yos)