Catatan Perjalanan Guru Favorit Jambi Ekspres 2013 Jambi ke Eropa
Oleh: Rita Suryetni, SPd, MPd
BERADA pada ketinggian 12 ribu kaki selama 16 jam di angkasa raya adalah wujud dari sebuah mimpi. Inilah pengalaman pertama yang pernah teragendakan dalam hidup sejak dua tahun yang lalu. Ketika sebuah kompetisi perolehan medali emas di tingkat Nasional diraih oleh siswa kami.
Kesempatan melanjutkan kompetisi diajang International ke Belanda. Ternyata pendamping tidak bisa turut serta. Sebuah perjalanan yang tertunda ketika itu. Janji untuk menyaksikan putaran kincir angin bersama hanya sebatas mimpi. Hari iitu agaknya Tuhan izinkan aku menyapa mentari di negeri kincir angin walau tak bersama siswaku. Aku jemput semangat baru dari BENALUX PRAJER (Belgia, Belanda, Luxemburg, Prancis dan Jerman)
Hari pertama berada di Bandara Schiphol Internasional Amsterdam, menyisakan pengalaman tersendiri. Udara teramat dingin menyusup pada tiap lubang pori, disambut gerimis pagi yang makin tak bersahabat. Kami pun berlari mengejar angkutan yang akan menemani kami menyapa negeri ini.
Sasaran pertama adalah menuju Kota Volendam (Kampung Nelayan) kota yang berada disepanjang tepian sungai, tertata rapi dengan bentuk bangunan yang hampir sama, bersih, tertib dan bersahabat. Sepanjang gedung adalah pusat perbelanjaan yang ramai didatangi turis dari berbagai negeri.
Wajah Belanda lebih terbaca di sini, ada penyewaan pakaian noni Belanda dan ada banyak hal yang dapat digali tentang sejarah Belanda. Ternyata kota ini salah satu kota sasaran bagi para turis.
Kegiatan di negeri Belanda direncanakan sampai hari ke tiga. Kunjungan ketempat bersejarah, mengunjungi sekolah Indonesia, KBRI, mengunjungi sekolah Talenta Belanda adalah rentetan agenda yang kesemuanya menjadi catatan penting.
Ketika menaiki kapal yang dapat menyuarakan sejarah Kota Belanda, sepanjang kanal-kanal buatan yang indah, berair jernih, semua terekam dalam ingatan. Terbayang suatu hari nanti kanal-kanal akan terbentang sepanjang kota Jakarta. Air jenih akan memercik pada wajah panas kota,
Bangsa Belanda memiliki komitmen tinggi dalam menjalankan segala aktivitasnya. Kami belajar cara menghargai waktu di sini, belajar tertib berlalu lintas, taat dan patuh pada aturan negara, memiliki etos kerja yang tinggi. Semua terlihat di sini. Terbaca pada tiap langkah pejalan kaki yang amat memahami kenapa harus berjalan kaki, terbaca pula pada pengendara sepeda yang mengayuh sepedanya di atas rel, nampak anggun dan bersahaja.
Walau hijau pepohonan tak terlihat di sepanjang jalan, namun udara bebas dari pencemaran. Semua yang terlihat menawarkan rasa nyaman kepada para pelancong-pelancong yang datang.
Perjalanan menuju kota kemerlapan mode pun tiba. Untuk mencapai kota Paris, dari Amsterdam kami melewati kota Belgia, kota coklat katanya. Tak banyak kunjungan yang dilakukan di sini. Namun disepanjang lintas kota terbentang subur lahan pertanian yang dikelola amat profesional. Terpapar anggun lahan hijau yang menjanjikan kebahagiaan. Sekali-sekali melintas kereta api listrik dengan kecepatan tinggi melintas dari arah yang berlawanan.
Semua yang nampak tetap dalam keteraturan yang amat tertata. Selang beberapa jam kamipun tiba di kota Paris. Paris... segudang ceritamu kami tatap dan baca dari ketinggian menara Eifeel, keindahan gedung-gedung yang dibangun simetris, keindahan bangunan-bangunan kokoh bersejarah, gereja katedral yang janjikan damai bagi bangsamu, kudengar semua kisah itu dari mbak Yita.
Dalam keteraturan kota tua yang sedikitpun tak boleh diubah baik struktur bangunan dan bentuknya. Penduduk Paris amatlah teguh memegang aturan itu.