Ibu-ibu Hebat di Kota Jambi
Seorang kepala keluarga seyogyanya adalah seorang laki-laki atau seorang suami. Namun dikarenakan kondisi ekonomi yang tidak bisa terpenuhi oleh kepala keluarga, maka seorang ibu juga bisa ikut membantu mencukupi kebutuhan ekonomi atau menjadi tulang punggung keluarganya.
Demikian halnya dengan R Pasaribu (37), demi membantu suaminya S. Lumban Gaol (38) mencukupi ekonomi keluarga, dirinya bekerja sebagai tambal ban Lorong H Aris, Kelurahan Sungai Putri, Kecamatan Telanai Pura.
Untuk menyekolah tiga anaknya dan mencukupi kebutuhan rumah tangganya, penghasilan suaminya yang hanya sebagi kuli bangunan tidaklah mencukupi.
“Untuk biaya anak sekarang melonjak, semua serba mahal, jadi tidak cukup jika bapaknya saja yang cari uang. Jadi kita harus ikut turun mencari rezeki, intinya kita bantu perekenomian keluarga,” kata Pasaribu.
Warga asli Medan yang telah menatap di Jambi sejak tahun 1997 ini, hal yang menjadikannya harus bekerja keras banting tulang, adalah membiayayi anak-anaknya sekolah dan kebutuhannya banyak.
“Bapaknya kerja sebagai kuli bangunan, taulah penghasilannya, tidak akan bisa mencukupi kebutuhan keluarga,” tambahnya.
Ia mengatakan, untuk kebutuhan seharian keluarganya, bergantung pada pekerjaannya sebagai tambal ban. Pasalnya suaminya hanya digaji satu minggu sekali.
“Ibaratnya, kalau pekerjaan ini tidak buka sehari maka bunyi kuali tidak akan ada dirumah, Kalau nunggu gaji suami seminggu baru keluar, untuk seminggu apa jadinya,” sebutnya.
Seorang ibu, selalu menginginkan anaknya untuk menjadi lebih baik. Begitu juga dengan Pasaribu, meski kondisi ekonomi tidak mencukupi dia tetap berupaya untuk membiayai ke tiga anaknya.
Ditanyakan dimana saja anaknya sekolah ia menjelaskan, yang paling tua sekolah di SMP 11 Kota Jambi. Sedangkan anak kedua dan ketiganya di SD 172 Kota Jambi. Sementara anak yang satunya baru berumur sekitar 5 atau 6 bulan.
“Kalau pekerjaan ini kurang lebih sudah tiga tahun lah, kita kerja dari Pukul 08.00 WIB pagi sampai pukul 06.00 WIB Sore. Ya mau gimana lagi untuk kebutuhan keluarga dan anak yang sekolah,” ungkapnya.
Ia menyebutkan, mau tidak mau, banyak atau sedikit yang didapat dari tambal ban tersebut, usaha tambal ba yang dimlikinya harus dibuka setiap harinya.
“Kalau rame (pelanggan, red), tiap hari kita dapat Rp 100 ribu. tapi kalau sudah sepi, kita cuma dapat Rp. 17 ribu. Kadang-kadang kita tidak tahu bagaimana mau bagi duit,” ungkapnya.
Namun menurutnya, apapun yang terjadi dirinya tetap berupaya untuk memberikan yang terbaik terhadap keluarga dan anaknya. Tak pernah ada kata putus asa dalam dirinya, baginya selama masih bisa berusaha, dirinya tetap akan memberikan yang terbaik untuk anak danm keluarganya.