Usul di Revisi UU Perbankan
JAKARTA - Kementerian Keuangan siap membuat terobosan besar dalam sektor perpajakan. Data nasabah perbankan yang selama ini dilindungi ketatnya aturan kerahasiaan akan coba dibongkar.
Kepala Seksi Hubungan Eksternal Direktorat Jenderal Pajak Chandra Budi mengatakan, upaya membuka akses data nasabah oleh aparat pajak sudah dijalankan melalui usulan revisi undang-undang perbankan. \"Di negara-negara lain aparat pajak sudah bisa mengakses data nasabah (perbankan), jadi Indonesia sebenarnya telat,\" ujarnya kepada Jawa Pos kemarin (23/12).
Menurut Chandra, saat ini sebenarnya aparat pajak juga sudah bisa mengakses data nasabah perbankan, namun ada syarat-syarat yang ketat. Misalnya dalam proses penyidikan dan pemeriksaan kepada Wajib Pajak (WP), maka Direktorat Jenderal Pajak bisa mengajukan permohonan ke Menteri Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan akan mengajukan permohonan kepada pimpinan Bank Indonesia (BI), lalu memerintahkan bank untuk membuka data nasabah kepada aparat pajak. \"Sekarang, kami minta akses yang seluas-luasnya,\" katanya.
Jika usulan ini masuk dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang tengah dibahas Komisi XI DPR, aparat pajak bisa mengakses data nasabah bank tanpa harus melalui pintu Menteri Keuangan dan pimpinan BI atau Otoritas Jasa Keuangan (OJK), setelah pengawasan perbankan pindah ke OJK.
Menurut Chandra, dengan akses data nasbah perbankan, aparat pajak di negara-negara lain seperti Malaysia dan Australia, bisa mendeteksi potensi pajak dari semua wajib pajak, baik wajib pajak perorangan maupun badan atau perusahaan. \"Kami yakin skema ini bisa meningkatkan penerimaan pajak dalam jumlah yang signifikan,\" ucapnya.
Chandra menyebut, data nasabah perbankan tersebut nantinya akan dicocokkan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Tahunan. Jika ditemukan adanya ketidakcocokan, misalnya dana simpanan atau transaksi nasabah sangat besar sementara pembayaran pajaknya kecil, maka itu berari indikasi adanya pembayaran pajak yang tidak sesuai. \"Jadi, upaya ini sangat sangat penting juga untuk mendorong kepatuhan wajib pajak,\" jelasnya.
Sebelumnya, indikasi rendahnya kepatuhan wajib pajak ini juga diungkapkan Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurut dia, secara kasat mata bisa dilihat jika dana simpanan nasabah di perbankan terus tumbuh signifikan, namun penerimaan pajak masih rendah. \"Ini kan ada semacam ketimpangan, bisa jadi karena pelaporan pajak tidak sesuai atau malah (sengaja) mengurangi pembayaran pajak,\" ujarnya.
Karena itu, lanjut Bambang, pemerintah meminta agar usulan revisi regulasi kerahasian bank harus didukung oleh semua pihak, baik perbankan maupun kalangan DPR yang saat ini tengah menggodok revisi undang-undang tersebut. \"Tujuan utama kita adalah menyelamatkan penerimaan negara,\" katanya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, upaya membuka akses data nasabah perbankan untuk aparat pajak memang harus melalui revisi UU. \"Dengan aturan yang ada saat ini, akses bagi aparat pajak memang sangat terbatas, jadi nanti kita bahas di revisi undang-undangnya,\" ucapnya.
(owi/sof)