Navarin Karim
Lebih kurang dua minggu silam pimpinan Golkar Provinsi Jambi diberitakan akan meramaikan bursa pencalonan bursa Gubernur Provinsi Jambi. Fenomena menarik yang akan penulis ungkapkan disini adalah mengapa ketika kursi Golkar significant di legislative pada tahun 2009 bahkan berhasil menjadi Ketua DPRD Provinsi Jambi, malah tidak berani menjadi balon Gubernur Jambi? Malah pada posisinya turun sebagai wakil ketua DPRD Provinsi Jambi, beliau malah akan dicalonkan sebagai balon Gubernur Jambi? Politik memang penuh misteri, dan tugas orang-orang politiklah yang harus mampu mengungkap secara cerdas fenomena tersebut. Ketika menjelang pemilihan Gubernur 2010 dan hasil pemilihan legislative tahun 2009 : Partai Demokrat memang significant di legislative dan Ketua Partai Golkar dengan legowo harus bersedia turun dari jabatan dari Ketua DPRD Provinsi Jambi menjadi wakil ketua DPRD Provinsi Jambi. Apakah ketika itu Golkar telah memprediksi kalau ketua DPRD maju dalam bursa pemilihan bakal kalah, karena hasil pemilu legislative diperkirakan tidak akan mampu menjadi partai significant di legislative? Alasan ini bisa saja jadi justifikasi Golkar ketika itu. Yang jelas ketika itu Golkar malah berkoalisi dengan partai Demokrat untuk mengusung Hasan Basri Agus (sekarang Gubernur). Setelah melalui proses kontempelasi dari fakta yang terjadi menjelang pemilu 2014, penulis mendapatkan jawabannya dan mencoba memberanikan diri untuk mengungkapkannya. Faktor pertama adalah sosialisasi partai Golkar yang begitu intensive di media elektronik dan massa. TV one sebagai ujung tombak sosialisasi yang diharapkan mampu mempengaruhi perilaku pemilih. Ada dua partai yang mampu menyaingi intensitas sosialisasi partai Golkar yaitu Partai Nasdem (melalui TV Metro) dan Partai Hanura (melalui TV RCTI). Partai Golkar dianggap akan menjadi partai yang fenomenal pada Pemilu 2014, disamping PDI-Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Nasdem ataupun Partai Hanura. Faktor kedua adalah kemenangan Sy. Fasha pada pemilihan Walikota baru-baru ini ( tahun 2013). Ada sebuah sinyalemen yang dapat dijadikan referensi yang mengatakan bahwa barang siapa yang mampu menguasai kota dalam ajang pemilihan Gubernur, maka ia akan keluar sebagai pemenang. Tapi harus diingat juga, kemenangan SY. Fasha tidak merata di kota Jambi. Fasha hanya menang telak didua kecamatan pinggiran yaitu Jambi Selatan dan Jambi Timur, sedangkan beberapa kecamatan di pusaran kota dimenangkan Sum Indra walaupun tidak dengan angka yang betul-betul telak. Dan harus diingat pula kemenangan Fasha di Jambi Selatan lebih karena mesin politik PDI-Perjuangan yang melaksanakan fungsinya secara baik. Jadi bukan karena partai Golkarnya.
Ketiga : Dugaan ketiga kenapa Golkar berani mencalonkan kadernya sendiri, karena ada dua daerah yang dianggap bakal meraup suara lebih banyak yaitu di Kabupaten Sarolangun dan Merangin. Mengapa demikian? Di Sarolangun bupati yang memimpin adalah Ketua Partai Golkar di Sarolangun, walaupun dahulunya berasal dari kader Demokrat. Posisi sebagai penguasa di daerah Sarolangun diharapkan mampu mempengaruhi perilaku pemilih disana sehingga mengarah ke Golkar. Keempat. Kemenangan Al Haris di Merangin juga mendapat dukungan dari partai Golkar di Merangin, paling tidak diharapkan Bupati Merangin diibaratkan tidak lupa kacang dengan kulitnya.
Warning
Kalaulah Golkar mengacu kepada keempat factor diatas, penulis mengatakan akan buang-buang uang, energy dan fikiran. Untuk pemilihan Gubernur : disamping dukungan partai, factor elektabilitas dan aksesibilitas figure lebih menentukan. Masih ingat ketika pemilihan Gubernur tahun 2009 figure HBA sangat kuat “saat itu” lebih diterima masyarakat. Ketika itu tiga pasangan lawannya adalah pasangan gabungan dua bupati, sedangkan HBA sendiri waktu itu bupati yang tidak berpasangan dengan bupati. Sehingga penulis pernah melahirkan tulisan dengan judul Satu Bupati Versus Dua Bupati (Jambi Ekspres, 2009). Disamping itu figure yang diajukan Golkar tidaklah muda lagi. Di beberapa pemilihan bupati dan walikota di Provinsi belakangan ini menunjukkan bahwa pemimpin muda lagi menjadi trend. Lihat saja hasil pemilihan : walikota Jambi, kabupaten Tanjab Timur, Kabupaten Merangin, dan di Batanghari (walaupun Sinwan menggantikan posisi Fattah). Kecenderungan ini menunjukkan pemimpin muda diprediksi akan lebih diminati. Jika Sy. Fasha dimunculkan menjadi balon gubernur dari kader Golkar, figure beliau diperkirakan dapat menaikkan elektabilitas dan aksesibilitas. Namun masa beliau memimpin kota Jambi masih seumur jagung jelang pemilihan Gubernur 2014, artinya masyarakat kota Jambi masih menunggu bukti janji-janji beliau (Fasha). Lebih baik figure ini disimpan untuk pemilihan gubernur 2019. Penulis merekomendasi Golkar melakukan koalisi dengan memberi dukungan kepada balon gubernur yang betul-betul komitmen membangun provinsi Jambi yang lebih baik dan tidak jalan ditempat. Siapakah itu? Masih ada waktu lebih kurang enam bulan untuk meneropong, berfikir dan berdiskusi mencari figure tersebut sehingga tidak salah mencari balon Gubernur. Paling tidak partai sudah menyediakan calon yang baik, selanjutnya terserah anda para pemilih dalam memilih calon yang terbaik.
--------------------------------------
Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi dan Ketua Pelanta (NIA. 201307002)