Tapi Masih di Bawah Proyeksi Pemerintah
JAKARTA - Pemerintah bisa sedikit bernafas lega. Realisasi inflasi sepanjang 2013 bisa ditekan di bawah proyeksi. Namun tetap saja inflasi 2013 merupakan rekor tertinggi sejak krisis finansial 2008.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, \"pada Desember lalu, realisasi inflasi tercatat 0,55 persen. Dengan realisasi tersebut, inflasi sepanjang 2013 mencapai 8,38 persen. \"Ini cukup tinggi, tapi masih di bawah proyeksi pemerintah,\" ujarnya di Kantor BPS kemarin (2/1).
Sebagaimana diketahui, dalam APBN Perubahan 2013, pemerintah mematok target inflasi 7,2 persen. Namun, setelah ada kenaikan harga BBM pada pertengahan 2013, target pun diubah menjadi 9,2 persen. Bahkan, Bank Indonesia (BI) memproyeksi inflasi 2013 bakal ada di rentang 9,2 - 9,8 persen.
Inflasi 8,38 persen ini merupakan yang tertinggi sejak krisis keuangan 2008. Ketika itu, inflasi menembus angka 11,06 persen. Suryamin menyebut, BBM menjadi komoditas dengan andil inflasi terbesar pada tahun 2013. Kenaikan harga premium dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 6.500 per liter, serta solar dari Rp 4.500 per liter menjadi Rp 5.500 per liter pada 22 Juni 2013, memberi andil inflasi hingga 1,17 persen. \"Pada 2012, beras menjadi komoditas dengan andil inflasi terbesar. Tapi tahun 2013, bensin sangat mendominasi,\" katanya.
Bagaimana proyeksi inflasi 2014\" Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo mengatakan, pada 2013 sebelum harga BBM dinaikkan pada Juni pun, inflasi pada awal tahun sudah tinggi. Hal itu disebabkan wacana atau rencana kenaikan harga sudah disampaikan sejak akhir 2012. \"Kalau tahun ini kan tidak ada wacana seperti itu (harga BBM naik, Red), jadi saya kira inflasi akan lebih rendah,\" ujarnya.
Menurut Agus, BI optimistis inflasi sepanjang 2014 akan bisa dikendalikan dengan baik. Meski demikian, dia meminta agar pemerintah betul-betul menjaga ketersediaan bahan pangan agar tidak menyulut inflasi tinggi. \"Kalau pasokan bisa dijaga, kami proyeksi inflasi tahun ini ada di kisaran 4,5 plus minus 1 persen,\" katanya.
(owi/sof)