Fadjroel menambahkan, keputusan untuk menunda pemilu serentak dari 2014 menjadi 2019 juga patut dipertanyakan. Dalam hal ini, aspek kebenaran konstitusional ternyata mampu dikalahkan aspek teknis prosedural terkait tahapan pemilu yang makin dekat. \"Agak aneh buat saya. Apa yang menjadi hak konstitusional itu kemudian ditunda,\" kata Fadjroel.
Menurut Fadjroel, dirinya mengusulkan agar masalah prosedural itu menjadi ranah pemerintah dan DPR. Baik eksekutif dan legislatif bisa membahas sejauh mana problem prosedural yang dipaparkan MK, bisa diselesaikan. \"Mudah-mudahan bisa selesai di 2014,\" ujarnya.
Ahmad menambahkan, hal yang menjadi perdebatan adalah kebenaran konstitsional yang ditunda. Menurut dia, apa yang diputuskan oleh MK adalah pelanggaran serius terhadap konstitusi. \"Persoalan teknis itu bisa diselesaikan,\" ujarnya.
Dia menjelaskan, jika pemilu serentak bisa dilaksanakan 2014, tahapan pemilu cukup dimundurkan selama dua bulan. KPU dalam hal ini diyakini siap untuk bisa melaksanakan tahapan pemilu. \"Kalau untuk menambah kotak suara, KPU siap. Presiden juga bisa mengeluarkan Perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang, red) untuk menyatukan pemilu legislatif dan presiden,\" tandasnya.
Partai Demokrat mengapresiasi keputusan MK untuk memberlakukan Pemilu serentak mulai 2019. Demokrat menilai MK telah mengambil langkah bijak dengan mempertimbangkan segenap aspek baik hukum, sosial, maupun politik dalam mengambil keputusannya.
\"Partai Demokrat siap untuk menjalankan putusan ini dan semua tahapan pemilu sebagaimana yang telah ditetapkan. Partai Demokrat juga siap berkompetisi secara sehat dan sportif dengan partai-partai politik peserta pemilu lainnya,\" tegas Juru Bicara PD Ikhsan Modjo di Jakarta, kemarin (23/1).
Apresiasi yang sama juga disampaikan Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh. \"Nasdem menyambut baik langkah MK ini. Putusan ini saya katakan sebagai putusan yang tepat, arif, dan bijaksana,\" kata Surya Paloh.
Dia berpendangan putusan MK tersebut juga akan menjadi penambah semangat partai-partai politik dalam mengikuti Pemilu 2019 nanti. \"Sebab tidak ada lagi hambatan untuk mencalonkan kadernya sebagai capres,\" tandasnya.
Surya menjelaskan, NasDem sebelumnya telah berulangkali mengingatkan MK agar lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi, golongan, dan partai. Dorongan itu mengingat, bahwa saat ini tahapan Pileg 2014telah berjalan dan direncanakan dengan perhitungan yang terukur serta mendalam. \"Sehingga apabila rencana yang telah disusun ini harus diubah secara mendasar, maka dengan sendirinya dapat merugikan para peserta pemilu, para pemilih, dan bangsa, yang dikhawatirkan dapat menimbulkan kekacauan,\" imbuhnya.
Tidak semua partai memberikan apresiasi atas putusan MK tersebut. PPP misalnya, menilai putusan yang diketok MK justru mengandung kejanggalan. \"Bagaimana sesuatu yang dianggap inkonstitusional, tapi tahun 2019 dinyatakan konstitusional. Ini bagaimana cara berpikirnya?\" kata politikus PPP Ahmad Yani di kompleks parlamen.
Dia menegaskan, MK tidak dalam posisi bisa membuat undang-undang. Sementara putusan itu bersifat final dan mengikat. Nah, yang terjadi saat ini, diibaratkan Yani, seperti membeli barang dengan sistem indent. \"Putusannya diambil sekarang tapi berlakunya akan datang. Apa bedanya sekarang dan nanti,\" ujar anggota Komisi III DPR itu.
Hal lain yang disorotinya adalah bagaimana partai peserta pemilu 2014 yang tidak lolos parliamentary threshold tidak bisa menjadi peserta pemilu 2019. \"Tapi nanti tahun 2019 akan muncul partai baru dan langsung dapat mencalonkan presiden. Bagaimana ini logikanya? Kan tidak adil,\" tandasnya.
Hal senada juga dikatakan politikus Partai Hanura Syarifuddin Sudding. Menurutnya, jika ada putusan MK yang mengabulkan sebuah uji materi, itu berarti undang-undang itu melanggar konstitusi. Putusan itu harus segera diterapkan. \"Tapi kenapa ada rentang waktu berlakunya,\" katanya.
Namun dia menyadari putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Karena itu, untuk menyongsong pemilu serentak 2019, harus ada proses pembatasan partai politik peserta pemilu. \"Harus ada undang-undang baru,\" kata ketua fraksi Hanura di DPR itu.
(byu/bay/dyn/fal)