Gugatan Yusril Tidak Sama Dengan Effendy Ghazali

Selasa 04-02-2014,00:00 WIB

JAKARTA-Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (3/2) kembali mengelar sidang uji materi (judicial review) terhadap Undang-Undang (UU) Pilpres yang dimohonkan Yusril Ihza Mahendra. Di dalam sidang tersebut, Yusril menegaskan bahwa gugatannya tidak sama dengan penggugat UU Pilpres sebelumnya, Effendy Ghazali.

Dari keseluruhan permohonan lalu setelah saran dan masukan juga mencermati perkembangan dua minggu terakhir ini, di dalam permohonan ini kami menambahkan angka romawi baru, angka IV, permohonan tidak nebis in idem (mengadili perkara yang sama),\" kata Yusril di dalam sidang kedua yang mengagendakan perbaikan permohonan tersebut.

Yusril juga menegaskan bahwa di dalam uraiannya, khususnya tentang argumen konstitusional sangat berbeda dengan permohonan sebelumnya. \"Pemohon merujuk pada berbagai peraturan perundangan dan hukum acara MK. Apabila pasal yang diujikan sama dan UUD 1945 yang dibandingkan berbeda dan argumen berbeda, maka tetap dapat dilaksanakan dan tidak nebis in idem,\" ujar Yusril.

 Sambil mengutip permohonan yang pernah diajukan Effendy dan Aliansi Masyarakat Sipil (AMS) untuk Pemilu Serentak, Yusril menyebutkan bahwa pasal-pasal yang diajukan Effendy tidak menguji secara spesifik tentang ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) yang diatur di dalam Pasal 7C UU Pilpres.

\"Pemohon seluruhnya menyampaikan argumentasi konstitusional dan tidak menggunakan argumentasi politis dan argumentasi yang lain,\" terang Ketua Dewan Syuro DPP Partai Bulan Bintang (PBB) tersebut.

Dia juga mempertanyakan tentang keputusan hakim konstitusi yang masih memberlakukan PT dalam pelaksanaan pemilu serentak. Padahal, sebelumnya Effendy juga telah mengajukan pencabutan pasal yang mengatur PT tersebut.

      \"Menurutnya, PT sudah tidak lagi diperlukan di dalam pelaksanaan pemilu serentak. \"Kalau pemilu serentak, bagaimana mengatur ambang batas? Oleh karena itu, kami mengajukan ini kembali,\" ucap dia.

 Selain itu, dia juga sempat mengkritisi putusan hakim konstitusi yang baru memberlakukan pemilu serentak pada 2019. Menurut Yusril, sebelum mengeluarkan putusan, hakim konstitusi seharusnya mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menanyakan kesiapan KPU jika dilaksanakan pemilu serentak pada 2014.

\"MK kan bisa panggil KPU, dan bertanya bisa dijalankan 2014 atau tidak, itu kan fair. Karena itu kami ungkapkan di sini,\" tandasnya.

(dod)

Tags :
Kategori :

Terkait