JAKARTA-Ditengah respon negatif masyarakat, pemerintah terus berusaha menggenjot potensi energi panas bumi di Indonesia. Salah satunya, dengan membuka lelang wilayah kerja panas bumi (WKP) baru untuk pengembangan. Melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE), pemerintah berencana untuk melelang 12 WKP tahun ini.
Direktur Panas Bumi Ditjen EBTKE Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tisnaldi mengatakan, lokasi dari WKP yang bakal dilelang tahun ini tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Diantaranya, Pulau Sumatera memiliki WKP paling banyak. Misalnya, WKP Simbolon Samosir yang berada di Sumatera Utara. Potensi dari area tersebut diklaim mencapai 155 mega watt (mw).
\"Di Sumatera Barat ada satu yakni WKP Gunung Talang dengan potensi 35 mw. Lalu, WKP Kepahiang sebanyak 180 mw di Bengkulu. Terakhir ada di dua WKP di Lampung. Yakni, Danau Ranau dengan potensi 210 mw dan Way Ratai sebesar 105 mw,\" ujarnya dalam jumpa pers klarifikasi Gunung Ceremai di Jakarta kemarin (5/3).
Untuk pulau Jawa, pihaknya bakal membuka lelang tiga WKP. Yakni, Gunung Endut dengan potensi 80 mw di Banten. Kemudian. WKP Candi Umbul Telomoyo sebesar 72 mw dan Gunung Lawu sebesar 195 mw di Jawa Tengah. Sedangkan, kawasan timur Indonesia juga memiliki WKP yang bakal dilelang. Salah satunya, WK Sembalun dengan potensi 100 mw di Nusa Tenggara Barat (NTB).
\"Di Nusa Tenggara Timur juga ada dua WKP. Yakni Mataloko dengan potensi 63 mw dan Oka Ile Ange dengan potensi 40 mw. Kemudian, ada juga WKP Bora Pulu di Sulawesi Tengah dengan potensi 123 mw. Paling timur, ada WKP Songa Wayaua di Maluku Utara. Potensinya sebesar 140 mw,\" tambahnya.
Soal waktu lelang, Tisnaldi mengaku masih belum bisa menyebut tanggal. Pasalnya, saat ini pihaknya sedang meramu beberapa kebijakan untuk memperbaiki kinerja panas bumi.
\"Misalnya ketentuan lelang. Kami tidak mau lagi hanya bermain di harga paling rendah. Nanti malah tidak terealisasi. Kami juga sedang menuntukan kebijakan pricing tarif PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi). Masih menunggu pertimbungan dai World Bank,\" ungkapnya.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal (Dirjen) EBTKE Rida Mulyana mengaku, pengembangan PLTP di Indonesia memang cukup susah. Pasalnya, masyarakat masih memandang upaya tersebut bakal merugikan dan merusak hutan. \"Misalnya untuk Gunung Ceremai. Pertama kali dengar saya kira Cuma bercanda. Tapi ternyata isunya sampai ke Istana. Saya sendiri jadi kelabakan,\" jelasnya.
Dia sangat menyayangkan situasi tersebut. Menurut pengalamannya, wilayah yang mendapatkan proyek PLTP justru lebih baik. Selain melestarikan hutan, ekonomi masyarakat sekitar pun terbantu. \"PLTP itu justru butuh hutan lebat untuk terus beroperasi. Setiap pohon yang ditebang perusahaan, harus diganti dengan menanam tiga pohon,\" ujarnya.
Dia mengklarifikasi, Gunung Ceremai memang sudah ditetapkan menjadi WKP dan sudah dilelang sejak tahun 2011. Lelang terbuka itu pun sudah dijalankan melalui pemerintah daerah sesuai prosedur. \"Potensinya 150 mw. Dan pihak kontraktor mau mengembangkan PLTP 2x55 mw yang rencananya selesai 2020. Investasinya diperkirakan USD 390-400 (Rp 4,3 triliun-4,4triliun). Tidak sampai Rp 60 triliun. Memang wilayahnya 24 ribu hektare. Tapi yang digarap itu paling hanya 1 persen. Dan itu hanya dipinggir taman nasional. Jadi tak menganggu hutan lindung,\" tambahnya.
Sebenarnya, lanjut dia, hal ini bukanlah kejadian baru. Respon masyarakat seperti itu memang seringkali terjadi. Mulai dari proyek PLTP Rajabasa, PLTP Bedugul, hingga PLTP Sorik Merapi. \"Sebenarnya sayang sekali kan. 95 persen energi Indonesia itu dari energi fosil. Mulai minyak, gas, sampai batubara. Padahal potensi panas bumi itu mencapai 28 gw. Tapi sampai sekarang baru 4,7 persen yang dimanfaatkan,\" katanya.
(bil)