KPK Isyaratkan Jerak Pejabat Kemendagri Lain
JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi tampaknya perlu meralat pernyataannya yang menyatakan tidak ada korupsi dalam pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Sebab KPK kemarin secara resmi menetapkan pejabat di Kemendagri sebagai tersangka.
Pejabat itu ialah Sugiharto, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek e-KTP. Dia sehari-hari juga menjabat sebagai Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Kependudukan Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil).
\"Setelah melakukan proses penyelidikan KPK menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan e-KTP yang menggunakan anggaran 2011-2012,\" ujar Juru Bicara KPK, Johan Budi. Anggaran pengadaan itu nilainya cukup fantastis, yakni 6 triliun.
Dari gelar perkara yang dilakukan KPK pun menetapkan Sugiharto sebagai tersangka. Dia disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU 31 / 1999, sebagaimana diubah dengan UU 20 / 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penerapan pasal 55 ayat 1 ke 1 itu menunjukkan dugaan korupsi itu dilakukan \"berjamaah\". Johan tidak menampil hal tersebut, menurut dia tidak menutup kemungkinan dalam perkembangan penyidikan akan ada tersangka baru termasuk dari pejabat yang lebih tinggi di Kemendagri.
Saat ditanya bisa juga Mendagri Gamawan Fauzi dimintai pertanggungjawaban, Johan mengatakan segala kemungkinan masih terbuka. \"Tapi terlalu dini kalau sekarang bicara kesana. Yang pasti KPK akan mengembangkan kasus ini seperti perkara lainnya,\" ungkapnya.
Informasi yang dihimpun koran ini menyebutkan tidak menutup kemungkinan perkara korupsi e-KTP ini dalam perjalanannya bakal seperti kasus Hambalang. Dalam kasus korupsi pembangunan sarana olahraga Hambalang itu KPK memang awalnya hanya menetapkan PPK, yakni Deddy Kusdinar.
Seperti halnya Sugiarto, Deddy juga berstatut pegawai negeri, yaitu Kabiro Perencanaan Sekretariat Kementrian Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora). Setelah menjerat Deddy itu, KPK kemudian menyeret Menpora Andi Mallarangeng sebagai tersangka.
Kasus Hambalang juga akhirnya berkembang di sisi pihak-pihak yang diperkaya dari proyek itu. Ketua Umum Partai Demokrat saat itu, Anas Urbaningrum akhirnya juga terseret sebagai tersangka. Pihak swasta yang terlibat proyek itu juga dijadikan tersangka.
Kontruksi kasus itu persis seperti nyanyian mantan bendahara umum Partai Demokrat M. Nazaruddin yang memang sebelumnya pernah melaporkan dugaan korupsi e-KTP ke KPK. Dalam laporannya, Nazar menyebut korupsi e-KTP melibatkan pejabat tinggi di eksekutif maupun parlemen.
Melalui pengacaranya, Elza Syarif, Nazar memberikan data konkret soal dugaan penyimpangan uang negara dalam proyek e-KTP. Nama-nama pejabat di pemerintahan disebut Nazar kecipratan uang proyek yakni Gamawan Fauzi, Sekjen Kemendagri Diah Anggraeni, Sugiarto, serta ketua panitia lelang e-KTP Dradjat Wisnu Setiawan.
Dalam pelaksanaan proyek e-KTP itu disebut terjadi penggelembungan harga hingga Rp 2,5 triliun. Mark-up itu berdasar perhitungan sebagai berikut. Total nilai proyek adalah Rp 5,9 triliun dikurangi 11,5 persen (PPN dan PPh) sehingga tinggal Rp 5,22 triliun.
Padahal nilai riil pekerjaan yang disepakati kontraktor adalah 51 persen atau senilai Rp 2,662 triliun. Dengan demikian, dugaan mark-up yang terjadi adalah 49 persen atau senilai Rp 2,558 triliun. Mark-up dilakukan dengan mengakali spesifikasi e-KTP.
Salah satu spesifikasi dalam e-KTP yang dipermainkan itu chip. Elza menyebutkan bahwa chip dalam kartu e-KTP berkualitas rendah, namun harganya dicatat lebih mahal. Chip yang digunakan e-KTP berjenis NXP abal-abal. Chip itu jenis NXP P3 size 8 kilobite chip 3.