JAKARTA - Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini terbukti menjadi pejabat yang tidak bersih. Pengadilan berhasil membuktikan bahwa dia telah menerima sejumlah uang dan pencucian uang saat menjadi Kepala SKK Migas. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, dia harus mendekam di penjara selama 7 tahun.
Vonis tersebut disampaikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang diketuai oleh Amin Ismanto. Dia menyatakan bukti yang dibeberkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK berkekuatan hukum untuk menyatakan Rudi bersalah. \"Menyatakan terdakwa Rudi Rubiandini telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,\" ujar Hakim Amin.
Lebih lanjut dia membacakan vonisnya, Rudi harus mendekam di balik jeruji penjara selama tujuh tahun. Hukuman dia bisa diperpanjang 3 bulan lagi kalau tidak membayar dengan Rp 200 ribu. Hukuman yang dijatuhkan lebih ringan ketimbang tuntutan JPU KPK. Pekan lalu, jaksa meminta hakim untuk memvonis Rudi dengan 10 tahun penjara.
Hakim menjelaskan, Rudi melanggar Pasal 12 huruf a, Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Rudi dihukum lebih ringan karena dinilai sopan selama menjalani persidangan.
\"Terdakwa juga menyesali perbuatannya,\" imbuhnya. Sedangkan poin yang memberatkan, Rudi disebut tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Disebutkan hakim, Rudi terbukti menerima sejumlah uang. Seperti duit USD 522,500 dari Presiden Direktur PT Kaltim Parna Industri (KPI), Artha Meris Simbolon. Uang itu diberikan agar Rudi menyalagunakan wewenangnya. Supaya dia memberikan rekomendasi atau persetujuan untuk menurunkan formula harga gas untuk PT KPI.
Disamping itu, ada juga penerimaan fulus dari Wakil Kepala SKK Migas saat itu Yohanes Widjonarko sebesar SGD 600 ribu, Deputi Pengendalian Bisnis SKK Migas Gerhard Marteen Rumeser USD 200 ribu, dan Kepala Divisi Penunjang Operasi kala itu Iwan Ratman sebesar USD 50 ribu.
Untuk pencucian uang, hakim sepakat Rudi telah melakukannya dalam kurun waktu 11 Januari 2013 hingga 13 Agustus 2013. Modusnya, menitipkan uang USD 772,500, dan SGD 800 ribu. Lantas, membelanjakan dan melakukan pembayaran senilai Rp 3,679 miliar. Rudi juga kedapatan menukar mata uang asing hingga Rp 2,989 miliar.
\"Majelis hakim berkeyakinan bahwa menempatkan, mentransfer, melakukan pembayaran atas kekayaan tersebut patut diduganya hasil tindak pidana korupsi,\" urai hakim.
Sementara, Rudi Rubiandini usai mendengar vonis mencoba bersikap tegar. Suara berat terdengar saat dia diminta menanggapi hukuman yang dijatuhkan kepada dirinya. Rudi mengaku legowo terhadap vonis tersebut. \"Dengan mengucap Innalillahi wa Innailahirajiun, saya terima putusan dengan lega. Insya Allah,\" ujarnya.
Usai sidang, kepada para wartawan, Rudi kembali menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah. Dia tidak pernah korupsi atau menggunakan uang negara sepeser pun. Disamping itu, Rudi juga mengaku tidak pernah disuap. Apalagi, kalau itu terkait dengan tender.
\"Saya juga tidak pernah melakukan pencucian uang seperti yang dilakukan deviardi. Ketika dakwaan dibacakan, saya ingin bukti,\" tegasnya. Rudi yakin tidak bersalah karena semua saksi yang hadir mendukung persis seperti apa yang dipikirkannya.
Setelah Rudi, gantian tersangka Deviardi yang menjalani vonis. Dia jauh lebih beruntung daripada Rudi Rubiandini lantaran dianggap telah menjadi justice collabolator. Reward yang diberikan, pelatih golf itu hanya dihukum penjara selama 4 tahun 6 bulan. \"Denda Rp 50 juta subsider 1 bulan penjara,\" kata hakim Amin kembali.
KPK memberikan apresiasi kepada Deviardi karena dianggap membantu mengungkapkan kasus. Meski demikian, justice collabolator tidak menghilangkan tindak pidana korupsi dan pencucian yang dilakukan oleh Deviardi. Dia sendiri terseret kasus ini karena menjadi perantara pemberian uang dari sejumlah pihak ke Rudi.
(dim)