Kritik Tim Kasser
Pakar Psikologi asal Knox College, Illinois, dalam bukunya The High Price of Materialism, mengingatkan dengan mengatakan the American Dream has a dark side, and the persuit of wealth and possessions might actually be undermining our well-being. Dari hasil penelitiannya tersebut, Kasser menemukan para pencari kebahagiaan dengan jalan menumpuk kekayaan, popularitas dan penampilan cenderung sering menderita sakit kepala, sakit punggung, termasuk radang tenggorokan dibandingkan mereka tidak terlalu menempatkan kekayaan sebagai tujuan hidup.
Dalam kesimpulannya, Kasser mengungkapkan The more materialistic values at the center of our lives, the more our quality of life is diminished - - mereka yang sukses secara material kebanyakan tidak bertambah kebahagiaan, malah sebaliknya merasa kosong (empty) dan tidak puas (unsatisfying) dalam kehidupannya.
Dalam perspektif Islam temuan yang dilakukan oleh Kasser tersebut sangat bisa diterima. sebab, Islam memang memboleh umatnya untuk memiliki banyak uang, tetapi dengan cara-cara yang halal, selain itu, kekayaan yang kita miliki hanyalah bersifat titipan semata, bukan mutlak milik kita pribadi. Sehingga, dituntut adanya sikap dan sifat dermawan dari orang-orang kayan (muzakki) kepada golongan miskin (mustahik).
Selain itu, hasil penelitian oleh Kasser tersebut sangat nyata jika orang yang menyatakan uang adalah sumber kebahagiaan adalah sesuatu yang keliru terlebih memperoleh kekayaannya dengan cara membungakan uang (riba). Sebagaimanan gangguan kejiwaan yang diperoleh jika kita menjalankan ekonomi ribawi. Yakni, pertama, Bagi jiwa manusia, hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain.
Kedua, Bagi masyarakat, dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat. Oleh karena itu, kita perlu bahagia namun tanpa riba dalam kehidupan kita.
Bahagia Tanpa Riba
Dalam Islam, riba merupakan dosa besar yang banyak dikecam oleh Al-quran maupun Sunnah. Al-quran secara tegas mengancam pelaku riba dengan masuk neraka yang mereka kekal di dalamnya (2 : 275). Al-Quran juga secara ekplisit menyebut riba sebagai perbuatan yang zalim (QS.2: 278 dan QS 4: 160). Selain Al-quran, sangat banyak pula hadits Nabi yang dengan tegas mengutuk pelaku riba, juru tulis dan para saksinya (H.R.Muslim). Riba menurut Nabi Saw lebih besar dosanya dari 33 kali berzina. Bahkan dikatakan oleh Nabi Saw, Bahwa Riba memiliki 73 tingkatan, yang paling ringan daripadanya ialah seperti seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri (Al-Hakim).
Di dalam al – Quran (2: 275) juga dijelaskan orang yang memakan riba, kelak dihari kiamat laksana orang yang kerasukan setan dan berjalan sempoyongan. Jika, makna tersebut kita bawa dalam konteks kekinian (di dunia) ini, sangatlah memiliki korelasi jika orang yang mengumpulkan kekayaan dengan jalan memakan riba, membungakan uang akan mengalami sakit jiwa, stress, depresi, tidak memiliki jiwa kemanusiaan, egois dan sebagainya, sebagaimana temuan oleh Tim Kasser tersebut. oleh karena itu, sudah saatnya kita tidak mengejar kekayaan secara materialis-hedonis tanpa melihat rambu-rambu dan aturan Tuhan. Yakni, dengan jalan meninggalkan sisa-sisa riba yang belum dipungut. Wallahu A’lam
(Suwardi., SE. Sy adalah Wakil Direktur FiSTaC)