Menteri BUMN

Senin 02-06-2014,00:00 WIB

 Tapi, cita-cita tidak boleh kandas. Harus ada cara untuk mencapainya. Biarpun harus lewat jalan yang berliku. Untuk itu tim Inuki harus \"ngamen\" lebih dulu.

 Kebetulan BUMN memiliki program pengentasan kemiskinan di NTT melalui tanaman sorgum. Para ahli Inuki harus mau jadi penyuluh lapangan, tinggal di NTT beberapa bulan, dan membina anak-anak SMK setempat menciptakan mesin-mesin sederhana pengolahan sorgum.

 Untuk itu mereka mendapatkan \"upah\". Memang tidak besar, tapi bisa untuk ke Amerika. Hasil dari \"ngamen\" inilah yang dipakai membeli tiket untuk pergi ke sana melakukan penjajakan kerja sama membangun reaktor.

 Saya sebenarnya tidak tega untuk minta para ahli yang langka itu harus \"ngamen\" sampai ke NTT. Tapi, saya juga percaya tidak ada jalan mudah untuk mencapai cita-cita. Saya tidak bisa memerintahkan menggunakan dana perusahaan di luar yang sudah ditentukan.

 Saya juga tidak mau minta sumbangan ke BUMN lain yang besar-besar. Karena saya tahu tidak ada pos pengeluaran untuk yang demikian.

 Maka, saya salut dengan tim Inuki yang mau menempuh jalan berliku ini. Sekalian tes ketahanan, pikir saya. Untuk mengejar kemajuan, harus bersedia bekerja seperti itu.

 Inilah yang saya sebut \"jalan keprihatinan\". Jalan itu, kalau bisa ditempuh dengan tulus, justru akan menjadi pendorong untuk tercapainya cita-cita. Ia menjadi semacam \"tenaga dalam\" yang memang tidak kelihatan, tapi bisa menjadi faktor utama tercapainya sebuah sukses.

 Dari beberapa perjalanan ke AS, Rusia, dan Eropa itulah, akhirnya Yudiutomo menemukan sesuatu yang ternyata jauh di atas sebuah reaktor nuklir. Dia berhasil mengetahui sebuah penemuan yang masih sangat baru. Belum banyak yang tahu: untuk memproduksi neutron, tidak harus membangun reaktor nuklir! Bisa melalui fusi plasma!

 Dia sendiri, sebagai anggota aktif asosiasi ahli nuklir dunia, tidak menyangka ada penemuan sehebat dan semaju itu. Memang pernah diramalkan ilmu pengetahuan akan sampai di sana. Tapi, menurut perkiraan para ahli, hal itu baru akan terjadi tahun 2050!

 Setelah tahu perkembangan baru itu, target pun diubah. Bukan lagi membangun reaktor baru, melainkan bagaimana bisa menggandeng perusahaan penemu tersebut. Tapi, apa mungkin?

 Yudiutomo punya kelebihan dibanding calon partner lainnya dari seluruh dunia. Dia punya keahlian untuk memproses neutron itu menjadi radioisotop dengan proses yang diizinkan kesepakatan dunia. Yakni sebuah proses yang tidak membahayakan dunia karena tidak memungkinkan berubah menjadi senjata nuklir.

 Di seluruh dunia, hanya putra Indonesia Yudiutomo yang bisa melakukan itu. Perusahaan Amerika itu pun tidak bisa melakukannya. Yudi memang satu-satunya ahli nuklir di dunia yang mampu memproses neutron dan uranium dengan sistem yang tidak memungkinkan bahan itu menjadi senjata nuklir.

 Tapi, perjuangan tentu tidak mudah. Bagaimana bisa sebuah BUMN Indonesia mengajak kerja sama penemu yang begitu hebat di Amerika. Berkali-kali saya rapat dengan Inuki dan Bahana merumuskan strateginya.

 Alhamdulillah, setelah berbagai pertemuan dan diskusi (langsung maupun via e-mail) dilakukan antarnegara, tiga hari lalu jawaban itu tiba: pihak Amerika setuju. Perincian kerja samanya juga sudah disertakan.

 Tanggal 16 Juni mendatang, setengah bulan lagi, penandatanganan dilakukan di Madison, Wisconsin, AS. Saya sengaja belum tuliskan banyak detail di sini karena untuk itu akan ada waktunya sendiri.

 Saya benar-benar tidak setuju jika ini disebut sebuah keberuntungan. Saya lebih setuju dengan Paulo Coelho yang dalam novel-novel spiritualnya menyiratkan, justru keberuntunganlah yang selalu mencari-cari orang yang bersedia dicipratinya. Tapi sayangnya, \"ia\" hanya mau mencipratkannya kepada orang-orang yang kuat berjalan jauh dengan totalitas dan ketulusan penuh untuk mendatanginya!

Tags :
Kategori :

Terkait