Gelar Fashion Week, Berharap Potensi Wisata

Senin 30-06-2014,00:00 WIB

                ’’Karena saya pastikan bahwa yang dipamerkan atau yang dipertontonkan dalam ajang tersebut sesuai dengan syariat dan adat yang selama ini kami pegang teguh. Masyarakat Minang memang cukup terkenal dengan nilai religiusitasnya yang tinggi,” tegas perempuan kelahiran 26 Maret 1971 itu.

                Ketika sudah mendapatkan lampu hijau dari semua pihak, baru Henny mulai menjalankan misinya. Temannya yang tersebar di beberapa kota di Indonesia, dia hubungi. Tujuannya mendapatkan referensi. Baik mengenai konsep acara sampai desainer mana saja yang cocok mengisi acaranya. Acara perdana berlangsung cukup sukses.       

                Kesuksesan itu ternyata juga menaungi alumnus Computer Science Texas A&M University itu diperhelatan tahun kedua. Diselenggarakan pada 24 – 27 Mei lalu, ajang itu dikunjungi ratusan pemerhati dan pelaku desain. Nama-nama tenar di jagad fashion tanah air hadir. Di antaranya desainer spesialis busana muslim Lia Afif. ”Sungguh, penyelenggaraan tahun kedua ini melebihi ekspektasi kami,” kata perempuan yang menyelesaikan studi S2 dan S3 di Teknik Informatika ITB Bandung itu.

                                Selama penyelenggaraan acara pemerintah kota mencatat, lonjakan wisatawan naik drastis puluhan persen. ”Itu terlihat dari penuhnya hotel dan lokasi acara,” ucapnya bangga.

                                Industri fashion di kota itu semakin berdenyut. Mindset masyarakat pun seolah berubah. Dari hanya ’’kuli’’ jahit dan tenun saja, mereka bermetamorfosis menjadi pelaku fashion yang lebih expert.

”Itu yang kami harapkan. Kehadiran para desainer secara langsung maupun tidak telah memberikan transfer ilmu pada perajin kami,”  jelas perempuan yang hobi ma-randang alias memasak rendang itu.

                Memang, di sela acara yang padat dengan kegiatan fashion show itu, Henny meminta para desainer yang hadir untuk memberikan pelatihan pada perajin tenun dan kain di Payakumbuh. Hasilnya kini mulai tampak, para perajin sudah ada yang berani membuka usaha mereka secara mandiri.

                Salah satunya Emmilia Mahdona. Akrab disapa Uni Dona, perajin tenun itu awalnya hanya bekerja jika ada pesanan dari toko di Bukit Tinggi. Orderan pun tak jelas masanya. Kadang sebulan sekali, bahkan malah seringnya tiga bulan sekali. Tak heran, Dona pun malas menenun. Tak setiap hari dia akrabi alat tenun. ”Karena hasilnya tidak seberapa, kalau sempat saja dikerjakan. Toh waktunya luang,” katanya.

                Kini, setelah mendapat sharing ilmu dari desainer yang datang, hampir dipastikan setiap hari dia menenun. Seusai mengantarkan anaknya yang sulung bersekolah di SD, Dona menghabiskan harinya dengan menenun. Lalu ke mana hasilnya\" ”Sejak pemerintah mengadakan acara fashion itu, banyak saja orang yang datang bertanya kain tenun. Sekarang kami akhirnya buka toko tenun di depan rumah,” jelas Dona yang tinggal di Jalan Tan Malaka itu.

                Tak hanya itu, kini dalam membuat tenun dia dibantu oleh adik iparnya dan dua orang tetangga. ”Dalam sebulan bisa tujuh sampai sepuluh tenun kami buat,” kata dia.

                Selain berpengaruh pada industri fashion, PFW juga berimbas pada industri lain. Bahkan, dari informasi yang beredar, di kota itu segera dibangun bandara. ”Itu adalah keinginan terbesar kami. Semoga bisa terlaksana dalam waktu dekat ini,” kata Hanny.

                Henny menambahkan, kota yang dipimpin suaminya itu kini tengah dilirik para pengembang perindustrian besar di kawasan Jababeka. ”Jika semua terwujud bukan tidak mungkin kota ini akan tumbuh menjadi lebih besar.”

                Minat anak muda Payakumbuh pada fashion pun semakin tinggi. Menurut Henny, kini banyak anak-anak muda  yang minta disekolahkan di sekolah khusus desain. Untuk itu dia menjelaskan pada orang tua, jika minat anaknya memang di sana, sebaiknya diarahkan. Sebab, asal mau tekun, masa depan yang gemilang bisa diraih.

(*/ari)

Tags :
Kategori :

Terkait