Baca Kitab Kuning Jadi Kultur Akademis

Kamis 04-09-2014,00:00 WIB

Dari Pesantren untuk Bangsa

JAMBI – Keberadaan dunia pesantren dari masa lalu telah mampu melahirkan banyak tokoh nasional maupun lokal. Para tokoh ini telah memberikan sumbangsih bagi pembangunan bangsa.

“KH Hasyim Asy’ari, KH. Zainal Mustofa, KH Wahid Hasim, KH. Abdurrahman Wahid,” ungkap Menag, Drs H Lukman Hakim Saifuddin saat membuka MQK kemarin. Diakuinya, pesantren merupakan pendidikan keagamaan Islam yang tidak lapuk oleh gerusan zaman. Bahkan selalu bisa mengikuti perkembangan yang ada.

“Sudah sewajarnyalah pemerintah mengakui peran besar pesantren sebagai bagian penting dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia,” lanjut H. Lukman Hakim.

Dia menaruh harapan besar kepada santri-santri yang tengah belajar di pondok pesantren. Kedepan akan menjadi bagian penting bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Menag menyampaikan, pemerintah telah membuat sejumlah aturan yang memposisikan pesantren setara dengan pendidikan umum. Seperti dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang kemudian dikukuhkan dalam PP No 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.

Selanjutnya, Kementerian Agama juga telah menerbitkan Peraturan Kementerian Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam dan Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2014 tentang satuan pendidikan, pendidikan mu’adalah pada pondok pesantren.

“Momentum untuk mendapatkan penghargaan yang semestinya dan kesetaraan dengan nomenklatur pendidikan lain, baik pada aspek kesetaraan regulasi, program, maupun anggaran,” jelas Menteri Agama.

Namun yang tak kalah pentingnya, Menteri Agama meyakini pesantren dengan meneguhkan bacaannya pada kitab-kitab kuning yang menjadi rujukan dalam musabaqoh tersebut akan melahirkan santri-santri yang santun, cerdas, berfikir rasional.

Kemudian, tidak melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama, terutama dunia pesantren. Saat ini, kata dia, banyak sorotan yang cukup serius baik yang menyangkut terorisme dan gerakan transnasional yang tumbuh ditanah air belakangan ini.

“Kementerian Agama terus berkomitmen mendukung dan mengoptimalkan pesantren dalam memperkokoh ideologi bangsa yang mengayomi seluruh masyarakatnya dan membentengi mereka dari bahaya ideologi transnasional.,” tandasnya

Sementara itu,  gubernur Jambi, H. Hasan Basri Agus (HBA) mengklaim pelaksanaan MQK di Jambi ini merupakan terbesar. Kedepan, HBA ingin merencanakan MQK Provinsi, dan disetiap kabupaten harus melaksanakan MQK. Tapi, untuk diketahui, kitab yang diperlombakan ini memang banyak yang belum dipelajari oleh pesantren-pesantren kita.

            “Dengan acara ini, pesantren menyesuaikan dengan standar kitab-kitab yang akan diuji,” akunya. Selain itu, MQK di Jambi disebut memberi nuansa tersendiri dalam mengembalikan kenangan dan kejayaan Islam di Jambi yang telah lama menjadi pusat pembelajaran agama Islam khususnya bagi masyarakat Jambi sendiri.

 “Kami tidak bisa melupakan Kota Jambi Seberang yang terkenal dengan sebutan daerah santri yang merupakan lumbung ilmu Agama, lumbung Kiai, dan wali Allah,” ungkap HBA.

HBA menyampaikan, pengajaran kitab kuning merupakan salah satu fungsi pesantren dalam melestarikan warisan pengetahuan keislaman, khususnya bagi Kota Jambi Seberang yang telah memiliki pesantren dari satu abad yang lalu.  HBA berharap, perhelatan akbar MQK yang diikuti 1.226 peserta dengan 315 official serta ribuan pengembira ini, diharapkan memberi berkah untuk Provinsi Jambi terutama bagi masyarakat Kota Jambi Seberang. “Itulah harapan kita,” jelasnya.

(fth) 

Tags :
Kategori :

Terkait