Navarin Karim
JIKA anda membiasakan menulis berarti masuk kelompok orang-orang yang berbudaya tinggi, karena seseorang mampu menulis jika ditelusuri latar belakang kebiasaan yang bersangkutan sebelumnya dipastikan dia hobby membaca, menonton, melakukan observasi, eksprimen dan rekreasi. Kebiasaannya itu pulalah menempa dirinya sehingga memiliki pengalaman dan wawasan. Namun itupun belum menjamin seseorang mampu mengekspresikan ide/gagasan/pendapatnya secara baik dalam tulisan, walaupun ia lancar dalam mengemukakan pendapat secara verbal. Satu lagi persyaratan yang harus dipenuhi penulis yaitu kemampuan merangkai kata menjadi kalimat sesuai kaedah bahasa, selanjutnya merangkai kalimat jadi alenia dan kesinambungan alenia satu, dua dan seterusnya. Dan yang tidak dapat dianggap sepele adalah memiliki kosa kata yang mumpuni, sehingga variasi kata yang dipilih tidak monoton. Dalam satu kalimat upayakan jangan ditemukan kata yang sama. Contoh sepele saja dalam satu kalimat ditemukan kata “yang” sampai dua kali bahkan tiga kali. Memang mau yang-yangan opo? (maksudnya apa mau sayang sayangan? ) Ini mencerminkan minimnya kosa kata yang dimiliki penulis. Bahkan dalam satu aleniapun seorang penulis professional akan menghindari penggunaan kata yang pernah muncul pada kalimat sebelumnya.
Sumber Inspirasi
Inspirasi tulisan sebaiknya diperoleh dari hal-hal yang menimbulkan sense dan emosi terhadap persoalan yang kita baca, lihat, dengar dimana ada keanehan (strange) atau sebaliknya berupa pedoman/acuan) kehidupan yang perlu disebarluaskan. Hal ini penting, supaya saat membahas persoalan tersebut kita dapat menghayatinya secara baik. Dengan demikian solusi yang kita berikan seolah pemecahan persoalan pribadi yang kita hadapi, sehingga bisa lebih serius dan focus. Beberapa sumber inspirasi : berasal dari media elektronik, media cetak, melihat sendiri (pengalaman empiris), mendengar cerita berupa keluhan atau dapat dijadikan pedoman, ketika diskusi dengan kawan. Sumber inspirasi bisa berasal dari media misalnya foto yang ditampilkan tentang rumah permanen yang telah disiapkan untuk SAD ditinggalkan penghuni, maka muncul judul “Menyoal Bantuan Rumah Untuk SAD (Jambi Ekspres, 23 Agustus 2014). Ketika menonton politikus pusat datang sebagai juru kampanye Pemilukada di daerah, maka judul yang dapat diberikan adalah : Fenomena menghadirkan DPP dalam Kampanye Pemilukada (Jambi Ekspres, 2 Mei 2011). Ketika melihat ada pimpinan partai membuat baleho dengan menampilkan hanya caleg-caleg untuk yang paling dekatnya, sementara caleg yang lain membuat baleho tersendiri, maka judul yang dimunculkan adalah “Satu system beda metode” (Jambi Ekspres, 25 Februari 2009). Melihat petugas kebersihan mengangkat sampah ke truk kemudian dia berdiri diatas truk disamping sampah yang diangkut atau melihat penjaga WC menunggu di dekat wc menunggu mereka yang telah memakai jasa WC, maka judul yang muncul adalah “Nguwongke” (Jambi Ekspres, 6 Mei 2011). Inspirasi juga bisa muncul dari pengalaman orang yang berasal dari daerah lain (baca : Jepara), misalnya : ketika penulis bertanya dengan penghuni bedeng penulis, baru datang tiga minggu setelah lebaran. Kenapa berlama-lama lebaran di Jepara, lantas dikatakannya bahwa dia bantu masyarakat bangun rumah dan di depan rumahnya kebetulan ada warga yang meninggal. Jadi pamali/tabu jika kita berangkat, sehingga dia harus menunda seminggu baru bisa ke Jambi. Pengalaman ini penulis angkat sebagai tulisan dengan judul “Sambatan dan Empati (Semangat gotong royong yang perlu dilestarikan, Jambi Ekspres, 26 Agustus 2014). Pengalaman empiric ketika melakukan perjalanan mudik lebaran melihat hal-hal aneh sepanjang perjalanan dapat pula menjadi inspirasi judul. Pernah ditampilkan dalam opini di Jambi Independent (7 Agustus 2014) berjudul : “Pemandangan aneh mudik Lebaran”. Tulisan tersebut tidak semata menyampai kan keanehan, tetapi mencari solusi sehingga yang aneh bisa menjadi wajar adanya. Opini juga bisa dalam bentuk kompilasi pendapat, misalnya ketika pak Harto meninggal dunia, timbul kontroversi ada yang mengatakan almarhum seorang otoriter dan ada pula yang menampilkan sosok demokratisnya. Supaya ada obyektifitas, penulis menyajikan judul “ Demokratis dan otoriter Soeharto” (pernah dimuat di Jambi Ekspres, 30 Januari 2008).
Perlu Juga Joke.
Agar pembaca tidak jenuh dan bosan ketika membaca, maka dalam opini maka jika memungkinkan dicantumkan juga joke-joke. Pernah penulis mengemukakan bahwa guru sekarang tidak jadi idola lagi, dulu ada pepatah mengatakan guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Sekarang tidak berlaku lagi pepatah itu, karena tempat buang air kecil bagi guru dan murid di sekolah sudah sama seperti tempat kencing di hotel yaitu dikondisikan berdiri.
Mochtar Ngabalin, politikus dari salah satu partai dimana ketika itu penulis setuju dengan pendapatnya, maka penulis kemukakan Muchtar yang tidak Nyebelin.
Caleg yang tidak berkualitas penulis kemukakan caleg dan caleg yang tidak berkualitas, penulis analogikan dengan caluk. Konotasi caluk, karena berasal dari bahan baku yang kurang baik yaitu udang busuk yang diinjak-injak menjadi kemudian dicampur tepung. Jadilah opini dengan judul “Caleg dan Caluk” (Jambi Ekspres, (14 November 2013).
Perlu juga pelesetan.
Pernah juga penulis memplesetkan singkatan KPU seharusnya Komisi Pemilihan Umum diplesetkan dalam judul opini Kesalahan Pendataan Ummat (Jambi Ekspres 3 Oktober 2013), karena banyaknya pemilih yang tidak masuk dalam DPS dan DPT, belum lagi kesalahan membuat nama dan alamat. Kepanjangan DUK (Daftar Urutan Kepegawaian) yang sangat popular masa orde baru jika akan mempromosikan pegawai, penulis pelesetkan menjadi Daftar Urutan Keanggotaan (3 Januari 2014), karena kebiasaan pengurus partai dalam mempromosikan calegnya tidak berdasarkan senioritas dalam organisasi kepartaian.
Prinsip Dasar Yang Tidak Boleh Diabaikan
Opini yang baik harus memenuhi 4 unsur dasar yang penulis singkat dengan APIK (Asli, Penting, Ilmiah, Konsisten). Asli : berarti orisinil bukan menjiplak/plagiat karya orang lain. Penting : berarti aktual persoalan itu disajikan dalam konteks kekinian. Ilmiah : memenuhi persyaratan kualitas obyektifitas (benar katakan benar dan salah katakan salah). Konsisten : teguh dengan prinsip dan menulis sesuai dengan basic keilmuan/Expertise
----------------------------
Penulis adalah Ketua Pelanta (NIA 201307002) dan Dosen PNSD Kopertis Wilayah X dpk STISIP NH Jambi.