JAKARTA - Harga baja ringan di dalam negeri diperkirakan melonjak antara 10-15 persen sampai tiga bulan kedepan. Kondisi ini terdorong oleh aktivitas konstruksi properti di kuartal terakhir yang trennya selalu meningkat hingga 30 persen dibanding periode awal tahun.
\"Kebutuhan baja ringan memang meningkat pada September sampai November, tetapi harga naik juga dipengaruh kondisi kurs rupiah yang melemah karena sekitar 50 persen baja ringan masih harus impor,\" ujar Ketua Komite Daya Saing dan Dukungan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Darmatyanto akhir pekan lalu (27/9).
Kebutuhan baja ringan di dalam negeri berkisar 626.163 ton pertahun. Namun produsen lokal baru bisa memenuhi sekitar separuh dari kebutuhan. Sebanyak 305.000 ton di pasok dari beberapa perusahaan baja paduan terbesar di dalam negeri.\"Oleh karena itu kurs pengaruh sekali terhadap harga. Kalau rupiah melemah, harga baja pasti berubah,\" sebutnya.
Pihaknya berharap lebih banyak baja ringan yang diproduksi menggunakan bahan baku domestik. Pasalnya Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah. Dengan mengurangi imoor maka otomatis berguna untuk menjaga kestabilan harga baja di tengah kurs mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang fluktuatif.\"Kita harus bisa olah bijih besi di dalam negeri,\" tandasnya.
Hingga saat ini setidaknya ada tiga produsen besar yang ada di dalam negeri antara lain PT Blue Scope Lysaght Indonesia, PT Saranacentra Bajatama Tbk, dan PT Sunrise Steel. Perusahaan-perusahaan ini menguasai sekitar 50 persen pasar baja ringan nasional.\"Kita berharap lebih banyak investor yang masuk ke sektor ini karena permintaannya masih besar,\" ungkapnya.
Pada 2012 dan 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya peningkatan kebutuhan baja ringan sekitar 22 persen setiap tahun. Kondisi tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang berimbas terhadap geliat sektor konstruksi, baik properti maupun infrastruktur.\"Pengerjaan konstruksi menggunakan baja atap ringan memang lebih mudah dan cepat,\" tukasnya.
Direktur Industri Logam Dasar Besi Baja Budi Irmawan mengakui lemahnya kemampuan in dustri nasional dalam memenuhi ke butuhan besi baja. Khusus untuk baja ringan, seperti baja lapis seng (BjLS), produksi domestik baru mampu menutup separuh kebutuhan.\"Sayang sekali sebenarnya pasarnya masih terbuka untuk ekspansi maupun investasi baru,\" jelasnya.
(wir)