JAKARTA - Tekanan terhadap nilai tukar rupiah makin hebat. Dalam satu hari kemarin, nilai tukar rupiah merosot hingga 113 poin.
Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan, tekanan terhadap nilai tukar terhadap dolar AS (USD) yang terjadi saat ini merupakan fenomena global yang mendera hampir semua mata uang dunia. “Ini dipicu The Fed (Bank Sentral AS) yang akan mempercepat kenaikan suku bunga,” ujarnya di Gedung DPR kemarin (29/9).
Kenaikan suku bunga di AS merupakan sinyal bahwa pemulihan ekonomi Negeri Paman Sam tersebut makin baik. Hal itu memicu para pemilik dana yang selama ini menempatkan dananya pada aset-aset di emerging maket, untuk menarik kembali dananya dan menempatkan di AS. Akibatnya, USD pun menguat signifikan terhadap berbagai mata uang.
Menurut Chatib, potensi kenaikan suku bunga di AS tersebut sudah beberapa kali disampaikan oleh Chairperson The Fed Janet Yellen, sehingga memicu pasar untuk melakukan antisipasi. Apalagi, ada kemungkinan rencana kenaikan suku bunga tersebut dipercepat. “Jadi, ini murni karena (Janet) Yellen,” katanya.
Data Jakarta Interbank Spot Dollar Offered Rate (Jisdor) yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin menunjukkan, rupiah ditutup di level 12.120 per USD, melemah 113 poin dibanding penutupan Jumat (26/9)) yang di posisi 12.007 per USD. Posisi 12.120 per USD ini juga merupakan level terlemah sejak 11 Februari 2014 lalu ketika ditutup di level 12.174 per USD.
Sementara itu, Nilai tukar rupiah di pasar spot sudah melemah lebih tajam. Data Bloomberg menunjukkan, rupiah hingga sore kemarin ditutup melemah 121 poin atau 1,00 persen ke posisi 12.169 per USD. Pelemahan rupiah ini merupakan yang terbesar dibanding mata uang utama di Asia Pasifik lainnya.
Chatib menampik anggaapan bahwa pelemahan rupiah saat ini sebagai imbas dari panasnya tensi politik di Indonesia, terutama terkait dengan pengesahan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), sehingga membuat investor kabur. “Mata uang negara lain juga melemah, jadi ini tidak ada kaitannya dengan Pilkada,” jelasnya.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menambahkan, pelemahan rupiah saat ini sesuai dengan prediksi pemerintah sebelumnya bahwa kebijakan The Fed akan menekan mata uang global. “Karena itu, pemerintah maupun pelaku usaha harus siap dan memitigasi risiko depresiasi ini,” ucapnya.
Chatib menyebut, pemerintah memang sudah lama memprediksi dan mengantisipasi risiko depresiasi rupiah saat ini. Karena itu, dia meminta kepada pelaku usaha untuk tetap tenang. Dia juga meyakini, tekanan terhadap rupiah akan mereda jika pemerintahan Jokowi - JK bisa menunjukkan keseriusan dalam pengelolaan fiskal. “Jadi sampai saat ini, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ujarnya.
(owi)