Ngaku Tunggu Kepastian UU Pilkada
MUARA SABAK – Meski RUU Pilkada sudah disahkan DPR RI menjadi Undang-Undang dan Pilkada melalui dewan, kandidat Gubernur Jambi Zumi Zola hingga saat ini masih ragu-ragu untuk melakukan pergerakan dan mendekati partai politik.
Apalagi belakangan mencuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan akan menandatangani UU Pilkada, lalu mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk membatalkan undang-undang tersebut.
“Sekarang presiden juga sedang menyikapi ini, kami menunggu kepastian dari pusat,” ujar Zumi Zola yang notabene Bupati Tanjung Jabung Timur ini kemarin (1/10).
Ia juga meminta jangan disamakan dengan kompetitornya yang telah jor-joran melancarkan strategi. “Sah-sah saja calon punya strategi masing-masing kami hormati, tapi kami juga punya strategi khusus,” katanya.
Soal strategi apa yang digunakan dalam menghadapi perebutan BH 1 mendatang, Zola enggan untuk memberitahukannya. “Kalau strategi dikasih tahu sekarang kalah dong kita,” kelakarnya.
Diakuinya, dari survei yang dilakukan selama ini, hasilnya bagus bahkan mengalami peningkatan. Karena yang dilakukan selama ini sudah benar.”Saya selalu komunikasi dengan parpol lain, kan yang muda harus bersilahturrahmi dengan yang tua,” akunya.
Sementara itu sebelumnya, Zulkifli Nurdin (ZN), orangtua Zumi Zola saat dikonfirmasi menegaskan, bagaimana pun proses Pilkada ke depan putranya akan tetap maju.
“Zola tetap maju, apa boleh buat. Untuk partai kita terus melakukan penjajakan. Tidak masalah, lancar-lancar saja kita ikuti saja mekanismenya seperti apa. Kalau sinyal dari partai banyak, cuma belum kita bicarakan dengan serius. Nanti lihat saja,” tegasnya.
Lantas apakah ada kemungkinan Zola kembali maju di Tanjabtim, mengingat disana PAN mempunya 50 persen kursi di dewan. “Itu kita lihat apakah Zola mau jadi bupati lagi. Atau bagaimana kita lihat nanti. Kan Pilgub duluan,” tukasnya.
Namun ia kurang sepakat dengan keputusan DPR RI yang mengembalikan proses pemilihan melalui dewan. “Saya melihat ini mundurnya proses demokrasi, yang dulu rakyat dapat menentukan siapa pemimpinnya. Masyarakat tidak bisa berbuat banyak lagi, hanya menunggu keputusan segelintir orang di dewan,” akunya.
Karena ia pernah merasakan duduk sebagai gubernur dua periode dipilih oleh dewan dan dipilih masyarakat. Waktu dipilih dewan, disebutkan ZN ia pernah minta berhenti sebagai gubernur.
“Saya tidak tahan, waktu saya tersita tidak lagi untuk pembangunan, tidak lagi untuk rakyat. Ketika saya dipilih langsung oleh rakyat, sangat ringan beban saya terhadap anggota dewan. Saya tidak punya beban. Aspirasi masyarakat yang kita perhatikan. Kalau tidak langsung ini sulit kita bekerja,” tandasnya.
(yos)