Belum Ada Penundaan Investasi

Jumat 03-10-2014,00:00 WIB

Meski Suhu Politik Kembali Hangat

JAKARTA - Defisit neraca dagang menjadi catatan buram bagi kinerja perdagangan internasional Indonesia. Namun di balik itu, pemerintah masih melihat secercah sinar positif.

      Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, tingginya impor bahan bakar minyak (BBM) memang layak dituding sebagai biang keladi defisit neraca dagang. Namun, impor secara keseluruhan tidak selalu berarti negatif. “Misalnya, tingginya impor bahan baku dan barang modal, itu menunjukkan investasi ke depan masih akan kuat,” ujarnya kemarin (2/10).

      Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang Agustus 2014 impor bahan baku/penolong tercatat USD 11,13 miliar. Angka itu naik dibanding periode Juli yang masih USD 11,10 miliar. Sedangkan impor barang modal pada Agustus mencapai USD 2,49 miliar atau lebih tinggi dibanding periode Juli sebesar USD 2,13 miliar.

      Secara akumulasi, Bambang menyebut nilai impor bahan baku/penolong dan barang modal masih jauh di atas impor barang konsumsi. Untuk periode Januari-Agustus 2014, impor bahan baku/penolong memegang porsi terbesar dengan USD 91,04 miliar atau 76,6 persen dari total impor USD 118,82 miliar. Selanjutnya, impor barang modal USD 20,95 miliar, sedangkan impor barang konsumsi hanya USD 8,30 miliar. “Artinya, mayoritas impor kita masih bersifat produktif,” katanya.

      Menurut Bambang, tingginya impor bahan baku/penolong dan barang modal menunjukkan aktivitas produksi maupun investasi di Indonesia masih berputar kencang, meski saat ini ada perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. “Kalau di-breakdown (dirinci), kita bisa lihat impor yang besar di mesin-mesin produksi,” sebutnya.

      Sebagai gambaran, porsi terbesar impor Januari-Agustus 2014 memang dipegang kelompok mesin dan peralatan mekanik yang mencapai USD 17,26 miliar. Kemudian disusul mesin dan peralatan listrik USD 11,55 miliar, lalu besi dan baja senilai USD 5,55 miliar. Selanjutnya, impor plastik dan barang dari plastik USD 5,08 miliar. “Impor mesin ini biasanya ada lag (jeda) enam sampai sembilan bulan. Jadi impor sekarang akan digunakan untuk investasi tahun depan,” ucapnya.

      Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar menambahkan, denyut aktivitas investasi masih terasa kuat meski situasi politik sempat menghangat seiring perhelatan pemilu dan pilpres. “Sejauh ini tidak ada penundaan-penundaan rencana investasi, semua berjalan lancar,” ujarnya.

      Mahendra pun optimistis, tahun depan investasi berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) bakal menembus kisaran Rp 525 triliun-Rp 535 triliun atau sekitar 15-18 persen lebih tinggi daripada target investasi tahun ini yang dipatok Rp 456,6 triliun. “Apalagi proyeksi ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih tinggi dari tahun ini,” katanya.

(owi/oki)

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait