JAMBI – Taman Wisata Alam (TWA) di Bukit Sari di Kabupaten Tebo semakin kritis. Pasalnya, spesies tanaman asli Jambi di bukit itu semakin berkurang akibat dirambah oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi.
Semakin berkurangnya spesies tanaman di TWA itu juga disebabkan belum diprosesnya perubahan status TWA manjadi Taman Hutan Raya (Tahura) yang sudah diajukan beberapa tahun lalu.
Direktur Eksekutif KKI Warsi Jambi, Diki Kurniawan mengatakan, spesies yang dirambah di lokasi TWA itu di bagian belakang. “Kalau di depan memang masih utuh, coba lihat di bagian belakang,” katanya, saat dikonfirmasi harian ini, (19/10) kemarin.
Apabila masalah ini tidak ditanggapi serius oleh pemerintah, spesies tanaman asli Jambi di TWA itu semakin berkurang. “Pemerintah harus serius mengurus itu. Jangan hanya mengusulkan saja dari TWA menjadi tahura, kalau tidak ditindak lanjuti tidak akan bisa berubah status,” tegasnya.
Apabila peningkatan status itu terjadi, maka PAD Kabupaten Tebo akan bertambah. “Kalau tidak mampu, libatkan perguruan tinggi atau pihak swasta dengan system kontrak,” akunya.
Dijelaskannya, luas TWA Bukit Sari ini melebihi Kebun Raya Bogor, yaitu, 425,50 hektar dengan 500 spesies tanaman asli Jambi yang berguna untuk ilmu pengetahuan. Tempat ini juga dapat dijadikan tujuan wisata alam, wisata nusantara, hingga wisata dunia.
“Coba lihat di Provinsi yang sedikit memiliki hutan, mereka sudah mempunyai Tahura. Banyak wisatawan asing yang akan berkunjung. Kalau dari akadmisi, mereka akan melakukan penelitian,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi jambi, Irmansyah Rahman mengatakan, TWA Bukit Sari itu masih kewenangan Kementerian Kehutanan. Dia mengatakan, untuk perubahan status masih dalam proses. “Kita lagi usulkan dari TWA menjadi Tahura,” akunya.
Ditegaskannya, spesies tanaman di hutan tersebut tidak boleh dimanfaatkan. “Makanya kita usulkan menjadi Tahura. Apabila masih TWA masih kewenangan pusat bukan daerah,” kata dia lagi.
Disampaikannya, kelebihan jika dijadikan Tahura, daerah bisa mengelola sendiri hutan tesebut. Hanya saja Dinas Kehutanan Provinsi Jambi belum mendapatkan informasi terakhir terkait usulan itu. “Ekosistemnya harus kita dijaga. Disana masih banyak kayu hutan primer yang harus dipertahankan demi kepentingan lingkungan,” pungkasnya.
(fth)