Subsidi BBM Habis 15 November
JAMBI – Keberadaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Provinsi Jambi kemarin mulai langka. Di kota Jambi saja, bensin kemarin agak sulit di peroleh saat sore hari. Beberapa SPBU hanya menawarkan Pertamax.
Sementara di daerah-daerah antrean BBM mulai terjadi. Sebut saja misalnya di Kerinci dan beberapa daerah lain. Bahkan nelayan di Tungkalpun mengeluh minimnya pasokan Solar.
Syafrudin Kamarudin, ketua Koperasi Nelayan Mina Karya Jaya yang ada di Tanjabbar mengatakan, meskipun SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan) di wilayah Tanjab Barat ada, tapi nelayan kesulitan dapat solar.
\" Memang anggota nelayan kita selalu mengeluh kepada saya, karena setiap ingin mereka membeli BBM Solar ke SPBN yang berlokasi di Parit Lima Desa Tungkal I selalu habis,\"ujar Syafrudin Kamarudin.
Dengan terjadinya kondisi tersebut, ia menilai bahwa Kabupaten Tanjabbar masih membutuhkan lagi SPBN, sehingga pasokan BBM khusus nya untuk Nelayan Kabupaten Tanjab Barat dapat terpenuhi semua.
\"Jadi sekarang Nelayan kita kelaut terpaksa membeli minyak solar itu ke pengencer dengan harga yang tinggi dari SPBN. Padahal, kita harapkan beli diSPBN murah,\" keluhnya.
Padahal, anggota Nelayan Mina Karya Jaya ini sudah berdiri sejak lama, dengan jumlah anggota 112 nelayan. Untuk itu, ia bersama teman-temnya mengharapkan keluhan Nelayan tersebut dapat diperhatikan oleh Pemerintah Kabupaten Tanjung Jabung Barat, khusus nya terkait minim nya pasokan bahan bakar solar yang masih kurang.
\"kita tercatat 112 orang. Aktif 50 nelayan terdiri dari Nelayan Togok, Jaring dan Blat. Kami mohon kepada pihak Pemerintah untuk dapat memperhatikan kami, agar kami tidak lagi mengeluhkan kekurangan pasokan BBM tersebut,\" tutupnya.
Subsidi BBM Habis 15 November
Sementara itu, dari Jakarta dilaporkan, 15 November mendatang, subsidi BBM sudah berakhir. Jika mau tambah subsidi lagi, maka pemerintah harus menggelontorkan Rp 100 triliun untuk menjaga defisit negara. Melihat fakta tersebut DPR pun tak bisa berbuat banyak.
Hal itu disampaikan anggota fraksi PDIP dapil Jambi, Ihsan Yunus. Dia mengakui kenaikan BBM tidak dapat dielakkan. \"Kita tidak dapat berbuat apa-apa lagi mengenai kenaikan BBM tersebut. Pemerintah harus mengeluarkan dana Rp 100 T agar tidak terjadi defisit. Sementara pembahasan APBNP belum selesai dan waktu habisnya BBM bersubsidi 15 November. Jadi DPR tidak bisa berbuat apa-apa lagi,\" kata Ihsan saat ditemui di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (11/11).
Sementara itu, Handayani, Politisi dari PKB, mengatakan secara pribadi dirinya tidak setuju ada kenaikan BBM. Alasannya, apabila BBM naik secara otomatis seluruh kebutuhan pokok juga ikut naik. Untuk itu dia mengharapkan pemerintah mencari solusi lain untuk mengelakkan kenaikan BBM tersebut. \"Kalau bisa kenaikan BBM itu dielakkan dululah. Kita di sini (DPR) juga masih terus mencari solusi untuk membantu pemerintah. Andai pun jadi naik, saya meminta agar program-program alokasi dana BBM tersebut, seperti kartu-kartu yang dikeluarkan Presiden itu bisa tepat sasaran, betul-betul untuk masyarakat yang membutuhkan. Bagaimana agar tepat sasaran? Data yang digunakan hendaklah data terbaru, jangan memakai data kependudukan tahun 2011,\" tegas Handayani.
Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Koalisi Merah Putih (KMP), Satya W Yudha mengatakan pemerintah sebenarnya tidak harus menaikkan harga BBM subsidi untuk menghemat anggaran. Pemerintah bisa mengubah pola distribusi BBM yang selama ini dijalankan dengan pola terbuka menjadi tertutup. Pola distribusi tertutup membuat BBM subsidi hanya bisa dibeli oleh masyarakat miskin.
\"Pemerintah sebenarnya bisa saja tidak menaikkan harga BBM subsidi. Caranya dengan mengubah pola dengan tidak boleh terbuka. Mau orang punya mobil 4 atau 5 harus dilakukan pembatasan,\" ujar Wasekjen DPP Partai Golkar ini. Namun demikian, Satya mengakui pemerintah selama ini bermasalah dalam melakukan klasifikasi mengenai rakyat. Pemerintah tak bisa melakukan klasifikasi masyarakat mana yang berhak menerima BBM subsidi dan tidak.
\"Tapi selama ini pemerintah tidak bisa. Ini sama saja klasifikasi rakyat miskin, hampir miskin, dan sangat miskin yang selama ini tidak jelas. Diperlukan klasifikasi rakyat tadi untuk pengguna BBM subsidi dan ini tidak mudah,\" tegasnya. Satya menyarankan pemerintah Jokowi agar melakukan koordinasi intensif dengan masyarakat dalam melakukan klasifikasi kelompok ekonomi. Kenyataan selama ini, klasifikasi masyarakat oleh pemerintah kerap berbeda dengan realitas masyarakat yang melihat secara langsung. \"Sukses atau tidaknya tergantung kearifan masyarakat dan pemerintah menerima klasifikasi tadi. Kenyataan selama ini ada masyarakat yang ekonominya sudah melompat tapi masih menerima dana sosial. Ini jangan disepelekan,\" pungkas Satya.
Terpisah, Analisi dari Indonesia Institude Public, Karyono Wibowo, mengatakan akan timbul penolakan masyarakat terhadap pemerintah apabila menaikkan harga BBM . Penolakan tersebut tentu membuat dilema pemerintahan Jokowi - JK. Pasalnya, Jokowi-JK sudah terlanjur berjanji akan menaikkan harga bbm pada saat kampanye pilpres lalu. Tetapi, di satu sisi, ketika pemerintahan Jokowi - JK baru berencana akan menaikkan harga BBM sudah mendapat respon negatif dari sejumlah pihak.
\"Setiap rencana kenaikan harga bbm di semua pemerintahan nyaris mendapat perlawanan dari sebagian besar masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, Presiden Soeharto terjungkal karena salah satunya dipicu oleh kenaikan harga bbm. Tentu hal ini perlu menjadi pertimbangan pemerintahan Jokowi - JK \" Sebut karyono.
Karyono menambahkan, Kenaikan harga bbm bisa memicu gerakan sosial yang bisa membahayakan posisi pemerintahan Jokowi - Jk. Kalau pemerintah mau menaikkan harga bbm harus bisa mengendalikan gejolak ekonomi terutama inflasi yang dipastikan akan meningkat. Apalagi bulan depan sudah memasuki persiapan perayaan natal dan tahun baru.
\" Maka presiden Jokowi perlu hati-hati bila menaikkan harga BBM di bulan-bulan ini karena dampaknya bisa double inflation yang bisa membebani rakyat. Ditambah lagi, situasi dan kondisi politik yang masih memanas pascapilpres seperti yang terjadi di parlemen saat ini. Saya khawatir ada pihak-pihak yang sedang menunggu di tikungan sambil menunggu momentum yang tepat untuk menjegal Jokowi\" tandas Karyono.
(sun/dez/wmc)