SYDNEY - Drama penyanderaan selama lebih dari 15 jam di Lindt Chocolate Cafe, Sydney, berakhir dengan penyerbuan oleh pasukan keamanan Australia. Sedikitnya 12 tembakan terdengar dalam penyerbuan yang berlangsung pada Selasa (16/12) mulai pukul 02.00 waktu setempat atau Senin (15/12) pukul 22.00 WIB itu.
Dalam penyerbuan tersebut, setidaknya sepuluh sandera dapat dibebaskan. Sebelumnya lima lainnya telah kabur sebelum polisi melakukan penyerbuan. Petugas menandu beberapa yang terluka. Namun, hingga tadi malam belum jelas apakah salah seorang yang tertembak itu adalah Man Haron Monis, 50, pria yang dilansir kepolisian sebagai penyandera.
Man Haron Monis adalah pria asal Iran yang sudah banyak bermasalah dengan hukum di Australia. Pria tersebut mulai dikenal saat menulis surat yang menghina janda tentara Australia. Surat-surat tersebut dikirimkan kepada tentara Luke Worsley dan Jason Marks yang terbunuh di Afghanistan pada 2007 dan 2008. Selain itu, dia mengirimkan surat kepada keluarga Craig Senger yang tewas dalam insiden pengeboman JW Marriott di Jakarta pada 2007.
Monis juga pernah dituduh sebagai kaki tangan pembunuhan mantan istrinya, Hayson Pal, pada November tahun lalu. Kasusnya yang paling terbaru adalah dugaan pelecehan seksual. Pria yang menyebut diri sebagai Syekh Haron itu telah diberi lebih dari 50 tuntutan terkait pelecehan seksual berkedok penyembuhan spiritual. Monis yang punya nama alias Mohammad Hassan Manteghi tinggal di Bexley North setelah kabur dari Iran.
The Australian melaporkan, aksi penyanderaan diketahui sejak alarm dibunyikan pada pukul 09.45 waktu setempat (05.45 WIB). Pihak kepolisian pun langsung memerintahkan evakuasi besar-besaran di sekitar lokasi. Pada pukul 10.41 dua sandera terlihat dipaksa untuk memegang bendera hitam dengan tulisan syahadat, simbol yang sesungguhnya tak ada kaitannya dengan aksi terorisme.
Setelah menetapkan untuk melakukan evakuasi di kawasan Martin Place, polisi pun sempat menetapkan Sydney Opera House sebagai zona terlarang. Hal tersebut disebabkan diterimanya paket mencurigakan. Namun, polisi tak mendapatkan hasil dari pencarian tersebut. Meski begitu, jadwal penampilan di tempat tersebut dinyatakan dibatalkan untuk hari itu.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott memastikan respons cepat dari pemerintah untuk menanggapi insiden tersebut. \"Saya sangat kaget saat ada orang yang tak bersalah disandera oleh seseorang yang mengaku punya alasan politis. Memang hari ini adalah cobaan bagi kami. Tapi, warga Australia sudah siap menghadapi tantangan tersebut,\" katanya.
Sementara itu, Konsul Jenderal Republik Indonesia di Sydney Yayan Mulyana mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan aparat untuk memastikan keselamatan warga negara Indonesia (WNI). Menurut dia, pihaknya terus berusaha memberikan informasi kepada WNI yang berdomisili di wilayah tersebut untuk terus berhati-hati. Sebab, banyak WNI yang bekerja dan beraktivitas di pusat finansial itu. Misalnya IIPC (Indonesia Investment Promotion Center) yang terletak 400 meter dari lokasi penyanderaan tersebut.
\"Kami terus mencari informasi terkini mengenai insiden tersebut. Termasuk, apakah ada WNI yang menjadi sandera. Tapi, pihak kepolisian sampai saat ini masih belum mengetahui kewarganegaraan pelaku dan korban,\" terangnya.
Dia juga telah berkoordinasi dengan tokoh-tokoh muslim di Australia. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang bakal diderita kaum muslim pascainsiden. Menurut dia, kemungkinan adanya oknum yang ingin memprovokasi suasana masih terbuka lebar.
\"Saya sudah bertemu dengan tokoh masyarakat muslim untuk mengantisipasi backlash. Kami melalui organisasi muslim Indonesia dan dari negara lain juga mendoakan keselamatan semua orang,\" terangnya.
Hal tersebut juga didukung Presiden Centre for Islamic Dakwah and Education (CIDE) Masjid Al Hijrah di Australia Lukman Hakim. Menurut dia, pihaknya terus berusaha mengklarifikasi situasi yang ada. Salah satunya, sikap tegas dalam menolak upaya terorisme dan pembunuhan atas nama Islam. Hal tersebut dinilai justru mengolok-olok agama dan umat muslim di seluruh dunia.
\"Kami mengingatkan kepada semua pihak bahwa lafal Arab di bendera hitam itu bukanlah sebuah pernyataan politik, tapi sebuah kepercayaan yang telah disalahgunakan oleh orang yang salah arah. Mereka tak mewakili muslim mana pun, kecuali kelompok mereka,\" jelasnya.
(Reuters/The Australian/Sydney Morning Herald/bil/c11/sof)