JAKARTA - Turunnya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai 1 Januari 2015 lalu, tidak lantas bisa membuat masyarakat menghela nafas. Sebab, pada saat hampir bersamaan, PT PLN (Persero) menaikkan tarif listrik dan PT Pertamina (Persero) menaikkan harga jual gas elpiji.
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang telah mengumumkan perseroan akan menaikkan harga elpiji nonsubsidi ukuran 12 kilogram (kg) sebesar Rp 1.500 per kg atau Rp 18 ribu per tabung mulai Sabtu (3/1). Alasannya, Pertamina selama ini selalu merugi dalam berbisnis elpiji karena menjualnya dibawah harga keekonomian.
Hal yang sama juga dilakuka pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memastikan secara resmi telah mencabut subsidi 8 golongan pelanggan listrik dan memberlakukan penyesuaian tarif (tariff adjustment) yang berlaku mulai sejak Kamis (1/1). Artinya, kini PLN selaku badan usaha penyedia listrik sudah memberlakukan tariff adjustment untuk 12 golongan pelanggan.
\"Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014, mulai 1 Januari 2015 diterapkan tambahan automatic tariff adjustment untuk 8 golongan pelanggan. Sehingga total akan ada 12 golongan yang menggunakan skema tersebut,\" ungkap Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Jarman.
Berdasarkan salinan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31, terdapat beberapa penyesuaian tarif untuk ke-12 golongan tersebut. Sebagai contoh pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 VA (Volt Ampere), 2.200 VA, 3.500 VA sampai 5.500 VA, dan konsumen berdaya 6.500 VA ke atas saat ini dikenakan tarif listrik Rp 1.352 per kWh (Kilo Watt per hour). Adapun tarif tersebut mengalami kenaikan sekitar Rp 213 per kWh dari tarif sebelumnya Rp 1.145 per kWh.
Sedangkan untuk pelanggan sosial dengan daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA sampai daya 200 kVA, dan 200 kVA keatas juga mengalami kenaikan tarif menjadi Rp 708 per kWh, Rp 760 per kWh hingga Rp 900 kWh.
“Tiga faktor perhitungan tariff adjustment itu dikontribusikan oleh kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 75%, ICP (Indonesia Crude Price) 20%, dan inflasi 5%. Jadi kalau ICP turun banyak tapi kurs naik, berarti tarif naik tapi tidak banyak,\" kata Jarman.
Selain golongan-golongan tadi, penerapan tariff adjustment juga diberlakukan pada pelanggan bisnis berdaya 1.300 VA, 2.200 VA sampai 5.500 VA, 6.600 VA sampai 200 kVA, dan konsumen berdaya diatas 200 kVA. Dimana saat ini tarif yang dikenakan ke pelanggan tersebut mulai dari Rp 966 per kWh, Rp 1.100 per kWh, hingga Rp 1.352 per kWh. Angka ini diketahui turun dari tarif sebelumnya di Desember pada Rp 1.496,33 per kWh.
Sementara untuk pelanggan industri dengan daya 1.300 VA, 2.200 VA, 3.500 VA sampai 14 kVA, 14 kVA sampai 200 kVA, diatas 200 kVA, dan 30.000 kVA ke atas juga mengalami penurunan menjadi Rp 930 per kWh, Rp 960 per kWh, Rp 1.112 per kWh hingga Rp 1.191 per kWh dari Rp 1.496,33 per kWh.
\"Saya pikir harga minyak masih akan rendah tahun ini, tapi masalahnya justru ada di dolar yang terus menguat. Penyesuaian tarif listrik ini memang akan seperti BBM (bahan bakar minyak) yang berfluktuatif,\" pungkasnya.
(Tedi/RP)