PANGKALAN BUN - Hingga hari kesepuluh hilangnya AirAsia QZ8501, pencarian badan pesawat masih belum menemukan hasil positif. Semua alat pendeteksi sonar maupun penyelam gagal mendeteksi keberadaan pesawat. Pesawat amfibi Rusia Beriev BE-200 yang diklaim canggih pun tak bisa mendarat di lokasi pencarian.
Wartawan Jawa Pos yang mengikuti KRI Banda Aceh juga melaporkan cuaca yang kurang bersahabat membuat kapal kesulitan menurunkan penyelam. \"Sampai sore ini (kemarin), kami belum menurunkan penyelam (yang onboard di KRI Banda Aceh) untuk mengecek langsung kondisi bawah air,\" ungkap Komandan KRI Banda Aceh Letkol Laut (P) Arief Budiman kemarin.
Dia menjelaskan, cuaca yang kurang mendukung membuat jajarannya menunda penyelaman. Bahkan, sebanyak 38 penyelam gabungan TNI AL sepanjang hari kemarin belum melakukan aktivitas berarti. Puluhan penyelam itu, delapan personel dari tim elit TNI AL Detasemen Jala Mengkara.
Selebihnya dari Armada RI Kawasan Barat. Terdiri dari 10 personel Dinas Penyelamatan Bawah Air, 18 anggota Satuan Komando Pasukan Katak, dan dua prajurit dari Intai Amfibi Marinir. \"Sebanyak 19 penyelam gabungan TNI AL sisanya ada di KRI Sultan Hasanuddin dan kapal Geo Survei,\" lanjutnya.
\"Kami bekerja tetap mengutamakan keselamatan. Artinya, jangan sampai kita melaksanakan SAR, kemudian kita yang di-SAR,\" pesan Arief. Dia menegaskan bahwa pihaknya profesional memperhatikan keamanan. Jika cuaca tidak mendukung, perintah penyelaman dilaksanakan sampai memungkinkan.
Dalam perkembangan lain, Panglima TNI Jendral TNI Moeldoko berkesempatan memberikan suntikan semangat kepada anggota satuan tugas yang berada di KRI Banda Aceh. Setelah bertolak dari Pangkalan Udara Iskandar, Pangkalan Bun, Moeldoko mampir ke USS Sampson menggunakan helikopter Sea Hawk punya US Navy.
\"Saya baru saja ke USS Sampson membicarakan analisis berbagai kemungkinan posisi bergesernya badan pesawat AirAsia yang melenceng akibat arus bawah,\" kata Moeldoko di geladak heli KRI Banda Aceh. Upaya yang TNI lakukan, tegas dia, setidaknya bisa menjawab perasaan hati keluarga korban penumpang agar jasad penumpang bisa ditemukan.
Mantan KSAD itu menawarkan pada keluarga korban untuk melakukan tabur bunga sembari melihat lokasi pencarian. Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban penderitaan keluarga korban. \"Mengenai waktunya tergantung keluarga korban. Saya siap menyediakan armadanya ke lokasi,\" ujarnya.
Panglima Armabar Laksamana Muda TNI Widodo yang mendampingi Moeldoko menyatakan siap mengantar keluarga penumpang. Dari Pelabuhan Kumai, nantinya unsur kapal perang dari TNI akan membawa mereka ke lokasi. \"Kami diskusikan waktu yang tepat. Intinya dalam waktu segera,\" ujar mantan Komandan Komando Pengembangan Pendidikan TNI AL, Surabaya.
Dirops Basarnas Marsma SB Supriyadi sendiri menyarankan agar keluarga korban tak memaksakan menuju ke lokasi. \"Saran kami kalau yang sudah sepuh mending tidak ikut, karena cuaca kurang baik. Kami khawatirnya akan berpengaruh terhadap fisiknya,\" papar Supriyadi.
Kedatangan Moeldoko ke kapal markas TNI tidak lebih dari sejam. Helikopter Sea Hawk yang ditumpangi mendarat sekitar pukul 16.15 WITA. Begitu tiba, dia langsung memberikan semangat ke puluhan penyelam dan awak KRI Banda Aceh.
Sementara itu, penyegaran unsur kapal perang dalam misi SAR AirAsia QZ8501 berlanjut. Tiga KRI yang berpangkalan di Armada RI Kawasan Barat (Armabar) saling berganti tugas. Setelah sepuluh hari beroperasi di seputaran Selat Karimata, KRI Kapitan Pattimura, KRI Sutedi Senaputra, dan KRI Todak kembali ke Jakarta. Tiga kapal tersebut sejak kemarin (6/1) digantikan KRI Tanjung Pandan, KRI Teluk Sibolga, dan KRI Barakuda.
Sementara itu, Danlanal Banjarmasin Kolonel Laut (P) Haris Bima Bayuseto mengatakan TNI AL telah menyiapkan chamber portable untuk mendukung kegiatan penyelaman. \"Alat itu untuk mengembalikan kondisi penyelam setelah mengalami dekompresi,\" ujarnya.
Selama ini pengembalian fisik setelah penyelaman memang menjadi kendala. Setidakanya butuh waktu 12 jam untuk menetralisir nitrogen dalam tubuh. \"Nitrogen kalau dikeluarkan secara alami prosesnya lama, makanya perlu alat tersebut,\" katanya. Jika dipaksakan, penyelam bisa mengalami kelumpuhan.
SB Supriyadi dalam updatenya mengatakan ombak di lokasi sasaran masih berkisar 1-3 meter. Kondisi itu juga membuat pesawat amfibi milik Rusia Beriev BE-200 tak bisa mendarat. Padahal pesawat itu sebelumnya disiapkan untuk pedaratan di laut guna mencari jenazah dan menurunkan alat deteksi sonar. \"Dengan ombak seperti itu, mereka tak berani mendarat di air, hanya terbang rendah,\" kata Supriyadi.