“Sukanya adalah saya banyak belajar tentang rasa kekeluargaan, peduli sesama dan yang paling penting saya bisa berbagi ilmu dengan orang yang memang sulit untuk mendapatkan pendidikan,” tururnya.
Seiring berjalannya waktu, dirinya bisa menyesuaikan diri terhadap kelompok SAD tersebut. saat ini, kata dia, antar anak yang belajar dan orang tua mereka sudah seperti keluarga sendiri yang saling membantu.
Dengan jumlah anak 13 orang anak yang aktif belajar, sudah ada empat orang yang bisa membaca bahkan menulis. Bercerita tentang pembelajaran, dirinya mengatakan hal yang menjadi kesulitan adalah kekurangan fasilitator karena kemampuan anak yang berbeda-beda.
“Masalahnya ketika kita sedang mengoreksi hasil kerja anak yang kemampuannya lebih tinggi, tiba-tiba anak yang lain menyodorkan hasil kerjanya, kita suruh tunggu. Terkadang karena agak lama, jadi merasa perhatiannya tidak kesana akhirnya, menurun semangat untuk mengerjakan tugas,” jelasnya.***