Ada suara Aneh Mandi Tengah Malam

Selasa 20-01-2015,00:00 WIB

Di Balik Rumah Kandang Sapi Bripda Taufik Hidayat di Yogyakarta

Inilah kisah menarik sebuah kandang sapi di Yogyakarta. Karena, kandang  sapi itu membawa berkah buat penghuninya, Triyanto, 50 tahun warga Dusun  Jongke Tengah, Desa Sendangadi, Yogyakarta. Kenapa bisa begitu? Berikut  laporan  tim wartawan Radar Pena (media group WSM) dari Yogyakarta, Senin  (19/1).

Di dusun Jongke Tengah itu ada lahan seluas sekitar 1 ha yang dijadikan  areal khusus kandang sapi. Tidak kurang dari 37 kandang sapi tersedia di  lahan tersebut sejak tahun 2004.  ‘’Tempat ini dulu saya pakai memelihara  sapi selama tujuh tahun,’’ kata Triyanto kepada tim Radar Pena.

Tetapi sapi yang dipelihara itu, kata Triyanto, bukanlah sapi miliknya,  melainkan sapi gaduhan (memelihara sapi orang dengan ketentuan bagi  hasil). Waktu itu Triyanto memelihara dua ekor sapi. Belakangan ternak  sapi itu dihentikan karena terlalu berat untuk mencari rumput buat  makanannya. ‘’Meski begitu kandang-kandang di sini masih dipakai untuk  ternak sapi,’’ lanjutnya.

Kandang-kandang sapi itu berukuran  hampir sama yaitu antara 3 X 5 meter.  Tiang kandang terbuat dari bambu  setinggi 2 meter dan atapnya dari  genting tanah. Lokasi masuk ke kandang ini sekitar 150 meter dari jalan  utama di dusun Jongke. Tidak ada warga lain  yang tinggal di dalam  kandang. ‘’Ya hanya saya sekeluarga  yang tinggal di dalam kandang,’’  kenang Triyanto.

Menurut Triyanto, memang ada warga yang tinggal di area perkandangan  tersebut  tetapi dia mempunyai rumah terpisah dengan kandang. Dengan  demikian, kalau ada orang masuk ke lokasi itu terkesan seperti tempat tak  berpenghuni. Ada jalan masuk untuk ukuran mobil yang masih berupa jalan  tanah. Kanan-kiri jalan di kandang itu dipenuhi tumbuhan pohon pohonan  seperti jarak, pisang, papaya dan akasia. Suasana di areal itu sepi  tetapi begitu ada yang masuk areal kandang disambut gonggongan anjing dan  anjing itu segera menyingkir setelah diusir.

Suasana tenang dan sejuk. Dan yang terlihat hanya sapi-sapi yang makan  rumput di dalam kandang. Tercium bau tak sedap dari kotoran sapi yang  ditumpuk di sebelah kandang. Bangunan kandang itu berada di atas tanah  yang berkapling-kapling. Di tanah kapling kedua dan di ujung  kiri ada  kandang yang sudah tidak ada sapinya. Di sinilah Triyanto dan keempat  anaknya tinggal. ‘’Kandang sapi ini saya ubah sedikit-sedikit untuk  tempat keluarga saya,’’ kata Triyanto.

Sebenarnya, kata Triyanto, dirinya pernah punya rumah di dusun Jongke  Tengah. Tetapi karena cerai dengan istrinya maka rumah itu dijual dan  uangnya dibagi dua dengan mantan istrinya. Sedang uang bagian Triyanto  dibelikan mobil bak terbuka merk Mitsubishi dan mobil itu kini dalam  keadaan rusak. Atas dasar itulah Triyanto dan keempat anaknya terpaksa  harus tinggal di kandang sapi tersebut.

Keempat anak Triyanto itu adalah Muhammad Taufik Hidayat, Latifah Nur  Hidayati, Muhammad Hafiz Hidayat, dan Muhammad Agus Prasetyo. Sedang ibu  dari keempat anaknya yang dicerai dan sekarang tinggal di Bogor. ‘’Ya  inilah tempat tinggal saya,’’ lanjut Triyanto yang sehari-harinya sebagai  buruh srabutan yang penghasilannya tidak bisa dipastikan.  ‘’Kalau ikut  kerja sebagai buruh di bangunan bayarannya sekitar Rp 40.000,-‘’ ujarnya.   

Dengan penghasilan seperti itu, Triyanto hidup dalam keadaan pas-pasan.  Atas dasar itulah, ia terpaksa tinggal di  kandang sapi. Pelan-pelan,  tiang-tiang kandang sapi itu diganti dari bambu ke kayu dan ditinggikan  sedikit.  Setengah dari dinding kandang sapi itu  juga sudah dipasang  batako dan dipasang pintu  tetapi belum ada daun pintu . Sementara itu,  setengah kandang lainnya hanya ditutupi dengan kain-kain bekas yang sudah  lusuh.

Di dalam “rumah” Triyanto itu dua tempat tidur kecil ukuran 60 cm X 180  cm. Di antara dua tempat tidur itu ada tumpukan kasur yang sudah lusuh.  Kemudian ada almari kayu kecil, kardus-kardus ini buku, isi mie dan  makanan-makanan kecil.  Di tengah-tengah rumah ada ada bambu-bambu  melintang yang berguna untuk gantungan baju dan penyekat rumah ruangan  yang berdinding batako dan yang tidak. Ada baju dinas Bripda Taufik  tergantung di situ.

Bagaimana rumah sesempit itu bisa untuk tidur lima orang? Satu tempat  kecil dipakai untuk Latifah Nur Hidayati (16 tahun), satu tempat tidur  kecil  lainnya untuk Muhammad Hafiz Hidayat (10) dan Muhammad Agus  Prasetya (8). Sedang Muhammad Taufik Hidayat yang kini jadi anggota Polda  DI Yogyakarta kalau di rumah tidur di tumpukkan kasur yang di tengah.  ‘’Saya tidur di luar (maksudnya emperan) kalau tidak hujan. Saya mengalah  yang penting untuk anak-anak,’’ katanya.

Di bagian pojok samping kanan ada sumur yang dalamnya sekitar 10 meter.  Air sumur itu dipakai untuk memasak dan cuci pakaian. Jadi, tidak ada  kamar mandi atau wc. Bagaimana kalau mau buang air besar? ‘’Ya lari ke  sungai Pak, jaraknya sekitar 500 meter dari rumah,’’ kata Triyanto sedih.

Meski demikian, “rumah” Triyanto ini sudah mendapat aliran listrik,  tetapi hanya terpasang lampu kecil 5 atau 10 watt dan cuma nyalur dari  pos penjagaan. Satu-satunya hiburan hanyalah radio usang yang biasa  dipakai untuk mendengarkan siaran wayang kulit. Bagaimana kalau mau  nonton TV. ‘’Ya tidak pernah nonton Pak,’’  lanjut Triyanto.

Dalam keadaan demikian, Kenapa “rumah” Triyanto ini tiba-tiba menjadi  terkenal? Triyanto sendiri mengaku tidak tahu. Yang ia tahu bahwa  anaknya, Muhammad Taufik Hidayat selama tujuh bulan sekolah polisi di  Bantul.  Dan, Desember lalu Triyanto diundang untuk menghadiri wisuda  anaknya jadi anggota dengan pangkat Brigadir Polisi Dua. ‘’Rasanya bangga  sekali Pak, anak saya bisa jadi polisi,’’ ujar Triyanto sambil menitikkan  air mata.

Setelah itu, Triyanto mendengar kalau ada petugas intel yang membuntuti  anaknya sampai ke rumah. Sebagai orang tua, Triyanto terkejut dan takut kalau  anaknya ada masalah dengan dinasnya. ‘’Alhamdullilah, ternyata tidak.  Petugas itu kemari karena hanya ingin tahu kenapa anak saya kok sering  terlambat untuk ikut acara apel,’’ kata Triyanto senang.

Dari sinilah diketahui bahwa Taufik sering terlambat ke kantor karena  tidak punya kendaraan dan  harus jalan kaki dari rumah ke kantor sejauh 7  km. Selain itu, juga diketahui bahwa Taufik tinggal di kandang sapi.  Kenyataan ini menjadi pembicaraan yang ramai dari mulut ke mulut kemudian  tercium oleh media. Dan mulailah rumah kandang sapi itu ramai dikunjungi  berbagai media.

Selanjutnya, Muhammad Taufik Hidayat menerima berkah, yaitu diberi  fasilitas tinggal di asrama kepolisian. Dengan demikian, Muhammad Taufik  Hidayat tidak ada terlambat untuk menjalankan tugasnya. Bahkan, berkah  ini juga diterima oleh Triyanto yang pekan kemarin diberi fasilitas  Pemkab Sleman untuk tinggal di rusun secara gratis selama satu tahun.

‘’Ya inilah Pak,  besar berkah dari sini (maksudnya rumah kandang  sapi),’’ kata Triyanto. Menurut Triyanto, memang di rumah kandang sapi  itu ada penunggunya. Apakah soal penunggu itu ada kaitannya dengan  misteri berkah kandang sapi.  ‘’Boleh percaya boleh tidak, tapi ya  begitulah,’’ katanya.  Karena ada suara orang mandi malam-malam setelah  dicek tidak ada.

Triyanto mengaku senang tinggal di rusun karena ada kamar mandi, ada wc  di rumah, ada fasilitas dapur untuk masak, dan listrik. Meski begitu,  Triyanto juga merasa berat untuk meninggalkan kandang sapinya. ‘’Nanti  kalau saya sekeluarga sudah benar-benar pindah ke rusun, tempat ini akan  saya jadikan kandang lagi, entah untuk kandang sapi atau kandang  kambing,’’ katanya.  (*)

Tags :
Kategori :

Terkait