JAKARTA-Saham-saham produsen semen masih mengalami tekanan hinggal awal pekan kemarin. Kebijakan pemerintah terkait pemotongan harga jual semen sebesar Rp 3000 per sak dianggap sebagai sentiment negatif karena akan memengaruhi kondisi keuangan perusahaan itu terutama produsen semen Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Saham PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) kemarin masuk jajaran tertinggi di daftar saham dengan penurunan nilai paling dalam (top losers). Saham SMGR pada perdagangan kemarin ditutupturun 975 (6,50 persen) menjadi 14.025 per saham. Di daftar top losers kedua adalah saham PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) dengan penurunan 800 (3,59 persen) menjadi 21.500 per saham.
Saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) turun 85 (4,15 persen) menjadi 1.965 per saham. Saham PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) turun 2,00 (0,54 persen) menjadi 368 per saham.
Head of Equity Research PT Mandiri Sekuritas, John D Rachmat, menyatakan bersamaan dengan pengumuman penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi oleh pemerintah akhir pekan kemarin, harga LPG juga diturunkan dan produsen semen BUMN diminta menurunkan harga jual produknya sebesar Rp 3.000 per 50 kilogram (sak). John menilai permintaan turun harga jual semen itu di luar dugaan.
\"Langkah itu seakan-akan memberi pesan kepada investor untuk mendapatkan laba yang lebih rendah demi kebaikan negara. Menurut kami di Mandiri Sekuritas, hal itu juga berisiko terhadap penurunan nilai pasar saham Indonesia,\" ungkapnya, kemarin.
\" Keputusan penurunan harga jual saham semen tersebut dinilai akan menurunkan prediksi laba per saham (Earning per share/EPS) untuk SMGR tahun ini sebesar 10 persen. \"Lebih penting lagi, hal itu juga menambah risiko investasi di Indonesia justru ketika Indonesia membutuhkan investasi dalam jumlah yang masif untuk mendanai program infrastrukturnya yang beragam,\" paparnya.
Atas dasar ada dampak lanjutan terhadap pasar saham Indonesia itu maka John sementara ini memangkas target jangka pendek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 5.000 dari sebelumnya 5.100 untuk Februari 2015. \"Kami merekomendasikan saham perusahaan dengan risiko intervensi pemerintah yang lebih kecil (GGRM, WIIM, SOCI, TBIG, TELE, ERAA) perusahaan yang diuntungkan dari pemangkasan harga semen (WTON), dan juga saham yang masih murah yang sebanding dengan risikonya yang kecil (BBTN, SCMA),\" ulasnya.
Prediksi baru kinerja SMGR dan INTP tahun ini akan 11 persen di bawah prediksi konsensus. Penurunan harga SMGR dan INTP pada Jumat pekan lalu telah memasukkan faktor potensi penurunan pendapatan. \"Prediksi baru itu mencerminkan adanya penurunan laba sebesar 2 persen YoY (Year on Year) tahun ini. Meskipun demikian, prediksi tersebut belum memasukkan faktor potensi penurunan rekomendasi (de-rating) terhadap risiko aturan (terhadap penurunan harga),\" ucapnya.
Head of Analyst PT Woori Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, menyatakan tertekannya harga saham sektor semen saat ini memang terutama dipengaruhi kebijakan penurunan harga itu. \"Pelaku pasar punya persepsi kebijakan tersebut akan berpengaruh ke kinerja secara keseluruhan. Walaupun itu (permintaan penurunan harga) buat SMGR tapi INTP sebagai kompetitornya juga kena,\" ungkapnya.
Sebab walau bagaimanapun, kata dia, dikhawatirkan kebijakan itu berpengaruh ke iklim industri dan pasar semen di Indonesia secara keseluruhan. Reza mengatakan sentiment ini bisa saja berdampak jangka pendek namun bisa juga lebih lama. \"Menurut saya kondisi ini harus diredam dengan pernyataan langsung dari manajemen perusahaan terkait terutama seberapa besar pengaruh kebijakan itu. Semakin cepat manajemen kasih statement semakin cepat pelaku pasar akan mencerna statement tersebut,\" pikirnya.
Corporate Secretary SMGR, Agung Wiharto, mengatakan manajemen mendukung kebijakan pemerintah itu. Menurutnya, memang ada peluang untuk menurunkan harga jual sebagai dampak dari penurunan harga jual bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. \"Kita ada pengurangan beban dari ongkos transportasi untuk pengiriman produk karena harga BBM turun,\" ucapnya kepada Jawa Pos, akhir pekan kemarin.
Selain itu, SMGR merasa mampu mendapatkan penghematan dari tariff listrik sebesar Rp 100 per KWH. Penghematan itu juga menurutnya bisa memengaruhi biaya operasional sehingga bisa menekan harga jual produknya. \"Selebihnya kita coba melakukan efisiensi di beberapa hal dalam perusahaan,\" imbuhnya.
Agung menilai pengurangan harga jual produk semen bisa berdampak positif secara jangka panjang. Dengan asumsi semua harga ikut turun termasuk semen, kata dia, program pembangunan infrastruktur bisa dipercepat.
Pada saat percepatan itu terealisasi maka pengiriman berbagai produk dan barang kebutuhan menjadi lancar sehingga tercipta keseimbangan harga jual. Diharapkan semua harga komoditas membaik lalu berpengaruh pada level bunga bank yang membaik dan bisa diterima pasar terutama sektor properti. \"Nanti saat sektor properti bangkit, industri semen kan juga kena dampak positifnya lalu konsumsi semen membaik,\" yakinnya.
Lalu kapan besaran pengurangan harga Rp 3.000 per sak itu ditentukan. \"Itu di level pemerintah dengan manajemen, saya kurang tahu pasti,\" jawabnya. Yang pasti, kata Agung, memang tidak dimungkiri dalam jangka pendek akan berpengaruh ke revenue (pendapatan). \"Tapi kita percaya itu baik,\" ujarnya.