JAKARTA-Pemerintah tidak melepas begitu saja kewenangan akreditasi program studi (prodi) perguruan tinggi ke pihak swasta. Untuk sejumlah prodi tertentu, akreditasinya tetap dipegang pemerintah. Yakni melalui Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT).
Ketua BAN-PT Mansyur Ramly menjelaskan, ada beberapa kriteria sehingga sebagian prodi masih dipegang pemerintah sistem akreditasinya. \"Diantaranya adalah prodi-prodi yang minim mahasiswanya,\" katanya di Jakarta kemarin. Dia khawatir jika akreditasi prodi yang sepi peminatnya itu diserahkan ke swasta atau masyarakat, justru menambah masalah.
Diantara yang menjadi kekhawatiran pemerintah adalah, beban biaya akreditasi di kampus mimin peminatan itu bakal menjadi besar. Apalagi jika biaya akreditasi itu dibebankan ke mahasiswa melalui SPP, tentu jumlahnya akan semakin mahal karena jumlah pembagi mahasiswanya sedikit.
Mansyur mencontohkan prodi-prodi yang sepi peminatnya adalah prodi rumpun kesenian seperti tari. Dia mengatakan meskipun regulasinya akreditasi prodi harus diswastakan, pemerintah akan mengecualikan untuk prodi seni tari itu. Ketentuan tentang akreditasi ini diatur dalam Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi (Dikti).
Dia menjelaskan saat ini badan akreditasi swasta yang resmi terbentu masih untuk prodi kesehatan. Namanya adalah Lembaga Akreditasi Masyarakat Perguruan Tinggi Kesehatan (LAM-PTKes).
Biaya akreditasi untuk prodi kesehatan yang awalnya ditanggung pemerintah, kini dibebankan ke masing-masing perguruan tinggi. Untuk akreditasi sebuah prodi kesehatan, LAM-PTKes mematok biaya sekitar Rp 80 juta lebih. Biaya itu tentu menjadi ringan, jika dibebankan kepada mahasiswa prodi kesehatan yang jumlahnya banyak.
Badan atau lembaga akreditasi prodi berikutnya yang bakal terbentuk adalah untuk bidang teknik. Mansyur berharap pemerintah ikut menanggung biaya operasional lembaga akreditasi swasta itu. Sehingga biaya yang dibebankan ke perguruan tinggi atau mahasiswa bisa ditekan.
(wan)