Rakyat Setengah Mati, Pemda ?

Sabtu 17-10-2015,00:00 WIB

       Sementara itu, 16 provinsi yang kenaikan UMP 2016 sebesar 11,4 persen nanti lebih rendah dari persentase kenaikan UMP 2015 adalah Kepulauan Riau, Jambi, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat.

       Empat provinsi lainnya yang ada di Jawa, sebenarnya tidak menentukan UMP, melainkan langsung menentukan UM kabupaten/kota, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta (DIJ), dan Jawa Timur. Namun, jika kenaikan UM di seluruh kabupaten/kota di empat provinsi itu diambil rata-ratanya, maka angka kenaikannya cukup tinggi. Misalnya, Jawa Barat 16,6 persen, Jawa Tengah 14,9 persen, Jogjakarta 16,6 persen, dan Jawa Timur 16,7 persen. Semuanya lebih tinggi dibanding persentase kenaikan UMP yang akan didapat pada 2016 mendatang.

       Jika dicermati, di Jawa yang merupakan pusat industri di Indonesia, perbedaan besaran maupun kenaikan UMK di tiap daerah bisa sangat tinggi. Misalnya di Jawa Timur, kenaikan UMK paling tinggi pada 2015 dicatat oleh Kabupaten Mojokerto yang melonjak hingga 31,46 persen, sedangkan terendah adalah Kabupaten Sampang yang naik 9,97 persen.

       Staf Khusus Wakil Presiden bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menambahkan, penetapan formula UMP ini sekaligus juga bisa menjadi alat bagi pemerintah untuk meratakan hasil pembangunan. Artinya, jangan sampai pekerja di wilayah tertentu menikmati kenaikan UMP sangat tinggi, sedangkan pekerja di wilayah lain sangat rendah. \'Itu salah satu manfaatnya,\' ujarnya.

       Terkait kritik dari pihak pekerja karena penggunaan data pertumbuhan ekonomi dan inflasi secara nasional yang tidak mencerminkan kondisi riil di daerah, misalnya karena pertumbuhan ekonomi dan inflasi di daerah itu lebih tinggi dari rata-rata nasional, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan jika hal itu juga merupakan bagian dari pemerataan. \'Sebab, ada daerah yang pertumbuhan ekonominya minus, kan kasihan sekali pekerja di situ,\' katanya.

       Sementara itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, pihaknya bakal mengadakan aksi mogok nasional sebagai tanggapan terhadap keputusan formula pengupahan pemerintah. Aksi tersebut bakal diawali dengan demo yang bakal dilakukan 20 Oktober. Tanggal tersebut dipilih sebagai peringatan satu tahun pemerintahan Joko Widodo.

       “Kami akan terus melakukan perlawanan dengan keputusan pemerintah. 20 Oktober nanti kami akan turun lagi ke jalan bersamaan dengan massa mahasiswa. Sedangkan, aksi mogok nasional akan kami laksanakan pada awal November nanti,” terangnya di Jakarta kemarin (16/10).

       Dalam aksi yang berujung mogok nasional tersebut, Said kembali menegaskan tuntutan agar pemerintah tetap mempertahankan jalur perundingan dalam menentukan upah minimum setiap tahun. Dengan hal tersebut, pihaknya pun bisa menuntut agar setiap standar komponen hidup layak (KHL) yang terkini bisa dipenuhi. “Kami ingin ada perindungan tripartit dalam hal ini. Pemerintah, Serikat Buruh, dan pengusaha. Supaya semua bisa diuntungkan dalam keputusan tersebut,” ungkapnya.

       Namun, tak semua serikat pekerja bakal mengikuti aksi mogok tersebut. Sebut saja, Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI). Sekretaris Jenderal OPSI Timboel Siregar mengaku pihaknya tak akan ikut turun ke jalan. Pihaknya lebih memilih untuk menempuh jalur hukum.

       “Kami sedang menunggu dokumen PP tersebut di tangan kami. Lalu kami akan kaji untuk mengajukan judicial review di Mahkamah Agung. Jika sesuai informasi publik, PP pengupahan justru menyalahi amanat undang-undang 13 2003 pasal 89,” terangnya.

       Sementara itu, Menteri Ketanagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan bahwa upah minimum hanya salah satu indikator kesejahteraan pekerja. Selain upah, pihaknya pun sudah menyiapkan berbagai fasilitas sebagai jaring pengaman sosial masyarakat agar tetap makmur.

      “Kami sudah membuktikan kehadiran negara dalam kesejahteraan pekerja pada tiga hal. Pertama, jarring pengaman upah minimum dengan sistem formula. Kedua, mengurangi beban hidup dengan kebijakan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagkerjaan, juga fasilitas lainnya. Ketiga, pengawan dialog bipartit antar pengusaha dan buruh,” terangnya

(fth/yni/hfz/owi/bil)

 

Tags :
Kategori :

Terkait