Kepuasan Publik Terus Turun
JAKARTA - Kinerja satu tahun pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum membuat publik puas. Pasalnya dari hasil survey yang dilakukan oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik (Kedai Kopi), tingkat kepuasan masyarakat terus menurun. Dari 384 responden, 54,7 persen menyatakan tidak puas, sedangkan 44,3 persen yang puas dengan kinerja pemerintah.
Juru bicara Kedai Kopi, Hendro Satrio menjelaskan survey dilakukan pada tanggal 14-17 September 2015. Jumlah respondennya 384 orang yang tersebar secara proporsional. Sekitar 48 persen berasal dari pulau Jawa dan 52 persen dari luar pulau Jawa. Untuk profil responden, mayoritas merupakan tamatan SLTA. ‘’Responden paling banyak ibu rumah tangga,’’ ujarnya saat mengisi diskusi satu tahun pemerintahan Jokowi-JK.
Berbeda dengan survey pada umumnya, Satrio mengatakan metodologi pengumpulan data dilakukan dengan wawancara melalui telepon. Margin error data yang diperoleh sekitar 5 persen dan tingkat kepercayaanya 95 persen. Satrio menjelaskan, hasil survey itu satu tahun pemerintahan Jokowi-JK menunjukkan tingkat kepuasan publik terus menurun. Sebanyak 44,3 persen masyarakat mengaku puas. Namun sekitar 54,7 persen masyarakat menjawab tidak puas dengan capaian kinerja eksekutif.
Kedai Kopi mencatat ada tujuh item yang membuat publik tidak puas dengan kinerja pemerintah. Mayoritas terkait permasalahan ekonomi. Yang pertama 35,5 persen mempermasalahkan melambungnya harga bahan pokok. Pelemahan nilai tukar Rupiah menduduki posisi ke dua dengan prosentase 23,7 persen. ‘’ persen publik tidak puas dengan penanganan bencana kabut asap,’’ ucapnya.
Selanjutnya yakni 8,9 persen publik menganggap harga BBM yang dipatok pemerintah terlalu mahal. Susahnya mendapatkan lapangan pekerjaan 4,1 persen. Ada juga yang menjawab buruknya kinerja para menteri 3,6 persen serta 2,4 persen menganggap biaya kesehatan tidak terjangkau.
Satrio mengaku, pihaknya juga memetakan faktor yang membuat publik puas terhadap pemerintah. Sekitar 40,3 persen masyarakat puas dengan jaminan dan pelayanan kesehatan gratis. Kedua pendidikan gratis bagi rakyat miskin 12,5 persen, ketiga harga bahan pokok dapat dijangkau 9,7 persen, dan ke empat tersedianya lapangan pekerjaan 9,7 persen. Selain itu, adanya rasa aman 9 persen dan pemerintahan yang tidak korupsi 8,3 persen.
Menurut Satrio, publik menilai ada sejumlah faktor yang menghambat kinerja pemerintah. Partai pendukung (KIH) menjadi masalah utama yakni sekitar 27,3 persen. Di ranking kedua sekitar 23,4 persen penyebabnya adalah para menteri. Menurut Satrio, menteri dianggap tidak bisa menjabarkan pesan nawacita. Sedangkan sekitar 14,8 persen menganggap masalah datang Jokowi. ‘’Mantan Wlikota Solo itu dianggap belum mampu menjadi presiden,’’ tuturnya.
Tak hanya itu, masyarakat juga menyalahkan KMP terhadap lambannya kinerja pemerintah. Sekitar 7,3 persen mengaku KMP menjadi penghambat. Sekitar 2,9 persen publik menganggap Wapres Jusuf Kalla juga sebagai penghambat. Dan yang lain yakni 1,3 persen merupakan warisan pemerintah SBY, 0,8 persen masalah datang dari relawan dan 0,3 persen lambatnya kinerja dipengaruhi oleh kinerja Gubernur BI.
Direktur Kajian Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Pius Ginting mengatakan, keberhasilan pemerintah tidak hanya diukur dari pembangunan. Namun juga pada komitmen melindungi lingkungan. Dalam kasus penanganan asap misalnya, Pius mengatakan pemerintah Jokowi-JK belum menindak perusahaan pembakar hutan. ‘’;Harusnya pemerintah tegas,’’ tuturnya.
Dia menambahkan, Jokowi juga belum bertindak dalam penanganan bencana pencemaran udara yang dilakukan oleh PLTU. Dari catatan Walhi, lebih 600 orang meninggal akibat menghirup udara tercemar dari aktivitas PLTU. Bahkan, yang membuat Pius kecewa yakni kebijakan pemerintah yang justru membangun PLTU di Batang Jawa Tengah. Menurut dia pembangunan itu tidak tepat sebab dibangun di Pulau Jawa yang pasokan listriknya masih surplus 30 persen. Selain itu ada penolakan dari 700 warga. ‘’Kalau di luar pulau Jawa kami masih bisa menerima,’’terangnya.
Sementara itu, Anggota DPD Abdul Gafar Usman menjelaskan, pemerintah harus terus meningkatkan keberpihakan pada masyarakat. Dalam memimpin negara menurut dia ada dua poin yakni adil dan makmur.
Selain itu, Abdul mengatakan Jokowi harus tegas dalam memimpin negara. Pasalnya sebagai orang nomor satu di Indonesia, rakyat menaruh harapan pada Jokowi untuk menyelesaikan seluruh masalah. Misalnya permintaan maaf pada PKI dan revisi UU KPK. Menurut dia, presiden tidak segera menjawab masalah yang berkembang di masyarakat itu. sehingga menjadi polemic yang berkepanjangan.. ‘’Harusnya tegas katakan tolak jangan ngambang,’’ucapnya.
Selain itu dia juga menyoroti lemahnya presiden dalam memperkirakan masalah yang akan muncul dalam menjalankan negara. Misalnya bencana el nino yang kini melanda Indonesia dan mengakibatkan kekeringan dan kebakaran hutan. Menurut senator asal Riau itu harusnya jauh-jauh hari persoalan itu dipikirkan beserta solusinya. ‘’Presiden kan dilengkapi perangkat seperti menteri harusnya bisa diperkirakan,’’ ujarnya.