Pelaksanaan pemilihankepala daerah serentak tanpa terasa tinggal menyisakan waktu kurang lebih 47 hari lagi, dengan berbagai warna dan corak tampilan di masing-masing daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun demikian tanpa di sadari oleh semua pihak ternyata proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyimpan potensi masalah yang cukup serius.
Baru-baru ini berbagai media cukup di ramaikan dengan perbincangan mengenai adanya calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang belum sepenuhnya menyerahkan persyaratan yang telah ditentukan. Tercatat ada lebih dari 100 calon yang belum menyerahkan SK pemberhentiannya dari berbagai kedudukan dan jabatan, padahal setiap calon diberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan urusan SK pemberhentian tersebut yang jatuh pada tanggal 23 Oktober 2015.
Makna ideal Regulasi
Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang perubahan atas UU nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, pada pasal 7 secara umum menegaskan bahwa berhenti dan mengundurkan diri dari jabatan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, walikota, wakil walikota, BUMN dan BUMD, keanggotaan TNI, POLRI dan PNS terhitung sejak ditetapkan secara resmi oleh KPU Propinsi/Kabupaten sebagai calon kepala daerah dan wakil kepala Daerah.
Kemudian juga di dalam Peraturan KPU nomor 12 tahun 2015 pada pasal 68 di tegaskan bahwa calon kepala daerah dan wakil kepala Daerah yang berstatus anggota DPR, DPD, DPRD, TNI,POLRI, PNS ATAU BUMN dan BUMD wajib menyampaikan keputusan pejabat yang berwenang tentang pemberhentiannya, paling lambat 60 hari dari keputusan penetapan calon. Jika sampai batas waktu terakhir tidak dilakukan maka penetapan calon yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat atau dapat dibatalkan.
Dari beberapa kutipan regulasi yang ada, baik yang tertuang di dalam UU maupun pada Peraturan KPU, subtansinya sama yaitu menegaskan bahwa begitu pentingnya mendudukan status seorang calon kepala daerah. Ketika seorang warga negara telah di tetapkan oleh KPU sebagai calon kepala daerah maka status sosial terkait dengan jabatan dan kedudukannya sudah seharusnya ditinggalkan.
Tentulah diyakini bahwasanya semangat yang terkandung di dalam regulasi pemilihan kepala daerah adalah tidak menginginkan ambiguitas kepentingan warga negara dalam menunaikan hak-hak konstitusionalnya.Mengambil perumpamaan bermain peran dalam panggung sandiwara, tidak mungkin semua peran harus dilakoni oleh satu orang melainkan harus ada pilihan apakah peran utama ataukah peran pembantu. Secara simbolik makna regulasi ini ingin mendudukan secara proporsional peran dan fungsi seorang warga negara, apakah ingin berada di jalur eksekutif, legislatif ataukah yudikatif.
Selain itu juga upaya untuk memperkecil ruang munculnya konflik kepentingan antar kandidat dalam perhelatan pemilihan kepala daerah menjadi sesuatu yang mendesak. Mengingat status jabatan dan kedudukan yang melekat pada diri seorang calon kepala daerah terkadang diseret kedalam pusaran konflik kepentingan dalam Pemilu.
Konsistensi Penyelenggara PEMILU
KPU dan BAWASLU secara institusional bertanggung jawab penuh atas sejauhmana penegakan regulasi yang telah disiapkan menjadi pedoman penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Apakah aturan yang bersumber dari UU maupun Peraturan yang di buat oleh KPU sendiri adalah merupakan petunjuk jalan bagi mencapai tujuan dilaksanakannya pemilihan. Bahwasanya kecenderungan-kecenderung adanya pemnyimpangan prilaku sikap,dan tindakan oleh peserta, seakan menjadi hiasan dalam dinamika perhelatan pemilihan kepala daerah itu sendiri. Oleh karenanya sebagai penyelenggara secara tekhnis KPU harus mampu mencermati, berbagai polarisasi yang menganggu jalannya tahapan dan yang dapat merendahkan kualitaspemilihan serentak kepala daerah dan wakilkepala daerah.
Lebih jauh lagi KPU juga harus dapat menyiasati berbagai kemungkinan terburuk yang harus di hadapi, mengingat KPU rentan terhadap situasi dilematis berbentuk tekanan politik ketika menegakan aturan yang merugikan kepentingan peserta pemilihan. Peraturan KPU nomor 12 tahun 2015 sesungguhnya telah memberi kelonggaran bagi bakal pasangan calon kepala daerah dengan memberi waktu selama 60 hari setelah penetapan sebagai calon. Padahal jika dtelaah pasal 7 Undang-undang nomor 8 tahun 2015 sangat tegas dan lugas menyatakan bahwa penyerahan surat keputusan telah berhenti dari kedudukan dan jabatan terhitung sejak penetapan sebagai calon. Jadi dengan demikian KPU harus konsisten dengan apa yang telah tertuang dalam regulasi yang ada.
Untuk memastikan bahwa regulasi dapat dijalankan sesuai dengan mekanisme dan tahapan pemilihanya, maka peran BAWASLU dalam pengawasan semakin aktif mencari fakta yang mendukung dan menguatkan penegakan aturan main dalam pemilihan Kepala Daerah. Secara taktis dibutuhkan sinergi dan penguatan oleh BAWASLU terhadap kebijakan dan ketetapan KPU yang telah sesuai dengan regulasi yang sama-sama menjadi rujukan kerja KPU dan BAWASLU.