JAKARTA - PT PLN (persero) belum bisa melepaskan diri dari kerugian. Berdasar laporan keuangan perusahaan pada triwulan III 2015, BUMN listrik itu rugi bersih Rp 27,4 triliun. Jika dibandingkan dengan kinerja semester pertama tahun ini, kerugian naik signifikan karena sebelumnya mencapai Rp 10,5 triliun.
Plt Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN Bambang Dwiyanto mengatakan, biang meningkatnya rugi bersih perseroan adalah selisih kurs. Terus, melemahnya rupiah mengakibatkan kerugian tersebut mencapai Rp 45,7 triliun. Rata-rata itu diambil mulai 31 Desember 2014 hingga 30 September 2015.
\'Dari Rp 12.440 per USD sampai Rp 14.657 naiknya,\' ujarnya kemarin. Jika mengacu kepada laporan keuangan semester pertama, kerugian selisih kurs lebih dari 100 persen. Sebab, hingga bulan keenam 2015, kerugian selisih kurs mencapai Rp 16,9 triliun.
Dia menjelaskan, PLN sebenarnya sudah bekerja keras untuk menekan kerugian. Buktinya, PLN berhasil menggenjot pendapatan dari penjualan tenaga listrik. Hingga triwulan III, penjualan naik Rp 20,7 triliun atau 15,56 persen. Dari Rp 133,3 triliun pada periode yang sama 2014 menjadi sekitar Rp 154 triliun.
Pertumbuhan pendapatan itu diperoleh dari naiknya volume penjualan listrik yang menembus 149,7 terrawatt hour (tWh). Pundi-pundi uang yang masuk juga berasal dari naiknya harga jual dari Rp 910,61 per kWh menjadi Rp 1.036,16 per kWh. \'Jumlah pelanggan naik menjadi 60,3 juta,\' imbuhnya.
Kas PLN juga bertambah gemuk dengan efisiensi yang dilakukan. Gara-gara itu, hingga triwulan III, subsidi listrik yang bisa dihemat menjadi Rp 45,9 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama, subsidi itu turun Rp 37,28 triliun.
\'Beban usaha juga turun Rp 13,3 triliun karena program efisiensi. Misalnya, penggantian BBM dengan batu bara atau yang lebih murah,\' ungkapnya.
Hasilnya memang bagus. Efisiensi BBM membuat biaya yang harus dikeluarkan PLN untuk mendapatkan energi turun Rp 27,4 triliun. Dari itu semua, laba operasi PLN hingga triwulan III mencapai Rp 41,8 triliun.
Bambang menambahkan, untuk mencegah bertambahnya beban operasi karena depresiasi rupiah, PLN sudah melakukan transaksi lindung nilai. Sejak April, cara itu digunakan untuk menyelesaikan kewajiban dan utang usaha melalui valuta asing. \'Sejak pakai ISAK 8 pada 2012, transaksi dengan swasta dicatat sebagai sewa guna usaha,\' tuturnya.
Jadinya, utang valas PLN bisa meningkat drastis. Otomatis, laba dan rugi PLN juga berfluktuasi bergantung kepada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Kalau rupiah terus jeblok, bisa dipastikan kerugian membengkak.