JAKARTA - Pembangunan kepariwisataan Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan. Ini dapat dilihat dari beberapa indikator makro pariwisata yang tumbuh di bawah potensi global. Seperti kunjungan turis asing dan domestik, daya dukung infrastruktur, identitas wisata maupun pertumbuhan destinasi wisata baru.
Hal ini diutarakan oleh Sutan Adil Hendra (SAH), Anggota DPR RI Komisi X yang membidangi pariwisata. “Indonesia ini kan bukan hanya Jakarta, Bali, Lombok, Danau Toba, Bandung dan Yogya. 89 persen turis domestik dan manca negara hanya mengunjungi daerah tersebut,” tegasnya.
Menurutnya, saat ini memang muncul tempat tempat wisata baru seperti Pulau Komodo, Raja Ampat, Belitung, Manado, dan lain-lain. “Tetapi tetap saja jumlah wisman yang ke sana relatif kecil,” ujar wakil rakyat Jambi di Senayan ini.
Jika saja, pemerintah memiliki keinginan kuat membangun sektor pariwisata daerah -daerah lain, ia rasa pelaku industri di sektor ini maupun bisnis turunannya tidak perlu menjerit. “Apalagi saat keadaan ekonomi sedang lesu seperti saat ini,” imbuhnya.
Kondisi ini menurut tokoh yang juga Ketua DPP HKTI Jambi ini disebabkan oleh faktor infrastruktur wisata yang kurang mendukung, disamping program promosi wisata yang kurang tepat. “Saya contohkan di Jambi untuk mengakses gunung Kerinci saja butuh waktu sedikitnya 9 jam. Itu jika jalan dalam kondisi baik seperti sekarang, jika dalam keadaan rusak bisa lebih lama lagi. Inikan salah satu problem infrastruktur yang kurang mendukung pariwisata,” paparnya.
Selain itu SAH melihat program promosi wisata kita secara nasional masih kalah jauh dengan negara tetangga. Kementerian pariwisata hanya mengandalkan dana Rp 25 Milyar untuk promosi. ”Coba kita bandingkan program Malaysia Trully Asia yang memiliki anggaran Rp 4 Triliun. Jadi jangan heran program promosi wisata mereka sampai beriklan di televisi nasional kita,” kata Ketua DPD Gerindra Provinsi Jambi ini.
Hasilnya di tahun 2014 saja Malaysia sudah dikunjungi 25 juta wisatawan, sedangkan kita tahun depan baru menargetkan 10 juta wisatawan, jauh sekali perbandingannya.
”Jadi saya mengharapkan pemerintah bisa lebih giat membangun infrastruktur yang mendukung pariwisata secara nasional. Jadi sudah saatnya pendekatan infrastruktur bukan lagi pada mobilitas orang dan barang, tapi membuka akses wisata baru,” tandasnya.
(dez/adv)