Lulusan SMP, Punya Rumah Termegah di Wajo

Sabtu 07-11-2015,00:00 WIB

JAKARTA -Hampir semua pemegang handphone pernah mendapat short message service (SMS) penipuan. Salah satu nadanya begini,  ‘‘mama minta pulsa’‘. Atau banyak lagi kalimat-kalimat rayuan agar penerimanya merasa iba dan menjadi korbannya. Efendi alias Lekeng adalah salah satu bos dari banyak sindikat penipuan tersebut. Dengan lima anak buahnya, setiap hari dia menyebar 6 ribu pesan singkat dan rata-rata meraup Rp 7 juta.

Tidak ada mimik wajah tegang yang tampak dari wajah Efendi. Kemarin (06/11), dia tiba di Mapolda Metro Jaya pukul 11.00. Pria berkulit putih tersebut langsung digelandang ke ruang penyidik. Dia baru saja dikeler petugas dari persembunyiannya di Lembang, Kabupaten Bandung.

Dengan tangan terborgol dia menjawab pertanyaan wartawan sekenanya. Sesekali dia tersenyum menyeringai. Sejatinya tidak ada kesan bahwa dia adalah pelaku kejahatan. Tetapi siapa sangka, di balik sikapnya yang ramah itu ternyata Efendi adalah bandit kakap.  Dia bisa disebut sebagai otak penipuan yang sudah lama meresahkan masyarakat itu.

Kisah penipuan pria 36 tahun itu berakhir di tangan anggota Unit II Subdit Jatanras Polda Metro Jaya. Itu setelah petugas meringkus lima anak buahnya di sebuah rumah kontrakan di Lembang, Kabupaten Bandung, Jumat lalu (30/10). Yaitu Ibnu Hajar, Haidar, Krisna, Jafar, dan Tajudin. Semuanya warga Wajo, Sulawesi Selatan. Dari mulut merekalah, polisi berhasil melacak jejak sang bos.

Sementara itu, saat penggerebekan Efendi sedang pulang kampung. ‘‘Soalnya nenek istri meninggal dunia. Jadi saya pulang kampung,’‘ tutur Efendi. Tetapi, saat itu juga Efendi tahu anak buahnya tertangkap. ‘‘Ada yang kabari saya juga lihat dari tivi,’‘ terangnya.

Makanya, dia mulai merencanakan untuk kabur. Dia menyewa mobil selama dua minggu. ‘‘Langsung parno dengar anak buah ketangkap,’‘ jelasnya.

Benar saja, polisi melakukan pengejaran ke Sulawesi Selatan. Tidak mudah menangkapnya. Di rumah tersangka kosong. Polisi terus kejar pelaku. Salah satunya dengan operasi di jalan. Terbukti, Selasa (03/11), pelaku bisa dibekuk saat melintas di jalur Trans Sulawesi, Malili. Saat itu, pelaku bersama isteri dan anaknya hendak menuju Kolaka, rumah ibunya. ‘‘Memang sudah niat kabur. Tahu polisi lagi mengejar,’‘ ungkapnya.

Tempat tinggal Efendi, Wajo itu bersebelahan dengan Kota Sidrap. Ya, berdasar penyelidikan polisi dari kota itu banyak berasal pelaku penipuan SMS. Sampai ada candaan di kampung tersangka orang kaya cuma tiga. Kalau tidak tani, bisnis narkoba, atau tipu-tipu. ‘‘Bener kan begitu?,’‘ ujar penyidik menanyakan candaan itu. ‘‘Iya, Pak,’‘ jawab Efendi sambil senyum.

Memang rumah Efendi di Desa Lautang, Belawa, Wajo berdiri megah. Di atas lahan seluas 600 meter persegi berbentuk panggung. Menurut dia, rumah tersebut sebenarnya milik mertuanya. Namun dia perbaiki. Mertuanya tinggal di atas. Sedangkan di bawah dihuni pelaku. Rumah itu bagian besarnya bermaterial kayu jati. Efendi mengaku uang itu hasil dari tipu-tipu. ‘‘Sudah habis Rp 200 juta,’‘ tuturnya.

Efendi mengatakan, selama ini keluarganya tahu dia pergi ke Jawa untuk melancarkan aksi tipu SMS. Selama ini, Efendi yang hanya sekolah sampai kelas 1 SMP, belum pernah bekerja. Saat tidak sekolah dia bertani menbantu orang tuanya. Nah, menginjak remaja, Efendi baru bergabung dengan sindikat tipu-tipu. Setelah merasa cukup, dia menjadi bosnya. ‘‘Sudah dua tahun terakhir ini,’‘ akunya.

Gara-gara uang haram itu, pelaku pernah gagal berumah tangga. Isteri pertamanya menuntut cerai setelah tahu pekerjaan Efendi sebagai penipu.

Sebelum ditangkap, Efendi memiliki lima anak buah. Beberapa di antara mereka adalah kerabat dekatnya seperti sepupunya. Sebelum menetap di Lembang sebagai tempat penipuan, dia pernah juga di Sukabumi dan Bogor. ‘‘Kalau kerja dari sana (Sulawesi) gak bisa sinyalnya jelek. Terus di sini enak saja tempatnya. Adem,’‘ ujarnya.

Terkait jaringan penipu lain yang ditangkap di Cianjur, Efendi mengaku bukan anak buahnya. Tetapi mereka saling kenal. Untuk merekrut anak buah kebanyakan dari orang satu kampung. Dia mengaku, tidak semua anak buah sama. Ada yang otaknya encer dan ada yang tidak. Jika pintar tidak butuh banyak waktu mengajari bagaimana cara melakukan penipuan. ‘‘Setelah itu saya hanya mengawasi anak-anak saja,’‘ bebernya.

Setiap hari dia mengawasi kerja anak buah yang biasanya dilakukan malam hari. Setiap anak buah mendapat tugas masing-masing. Ada yang menyebarkan pesan penipuan menggunakan SMS caster untuk mendapatkan nomor calon korban. Sehari sedikitnya 6 ribu SMS disebar. Dari jumlah tersebut ada saja yang tertipu. Bentuk penipuannya tidak hanya mama minta pulsa. Yang sering dia pakai tolong transfer ke nomor ini. Dan meminta menghubungi nomor yang tertera. ‘‘Acak saja ke siapa saja. Biasanya kalau yang telepon seperti terhipnotis. Tapi, kami tidak ada yang bisa hipnotis. Terus, anak-anak yang arahin nantinya untuk mengirim uang,’‘ katanya, bercerita.

Sementara untuk buku tabungan, dia memesan dari seseorang di Jakarta Selatan. Harganya Rp 600 ribu sampai Rp 850 ribu dengan saldo Rp 50 ribu. ‘‘Saya tahu jadi saja,’‘ ujarnya. Setiap hari rata-rata mendapat Rp 7 juta. Hasil tersebut dibagi 25 persen untuk anak buahnya, 7 persen untuk pengambil uang, dan sisanya masuk kantong sendiri.  ‘‘Kalau ditotal modal untuk aksi ini bisa Rp 30 juta,’‘ terangnya.

Tags :
Kategori :

Terkait