Bunga Tinggi, Pengusaha Ngeluh

Rabu 11-11-2015,00:00 WIB

JAKARTA-  Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menilai suku bunga perbankan Indonesia masih sangat tinggi sehingga membuat kinerja sektor riil tersendat. Oleh karena itu, Kadin meminta perbankan nasional mau menurunkan suku bunganya untuk memacu pertumbuhan ekonomi.

‘’BI harus berani ambil resiko dan menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi. Turunkan BI Rate lalu bank-bank juga harus mengikuti dengan menurunkan suku bunganya. Kalau tidak pengusaha banyak yang pinjam di luar negeri,’’ujar Ketua Umum Kadin Indonesia, Suryo Bambang Sulisto saat dihubungi kemarin (10/11).

       Sebab dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, suku bunga bank di Indonesia tergolong paling tinggi. Tingkat suku bunga di Indonesia saat ini di kisaran 12 persen, Thailand 6,5 persen, Filipina 5,5 persen, Singapore 5 persen dan Malaysia 4,5 persen.’’Kita bisa kalah bersaing kalau terbebani bunga tinggi,’’katanya.

       Dia berharap perbankan nasional mau menurunkan suku bunganya hingga mendekati suku bunga di negara tetangga. Sebab, penurunan itu sangat diperlukan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini.’’Kita di pasar yang sama tapi mereka bisa menjual lebih murah, karena punya dana murah,’’ungkapnya.

       Pria yang akrab dipanggil SBS ini meminta BI menurunkan BI Ratenya agar bank-bank umum mengikuti.’’Bank juga harusmemikirkan kelangsungan dunia usaha agar dapat bersaing di era global karena kita sudah berat dengan mahalnya biaya logistik dan kurangnya infrastruktur,’’terangnya.

       Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan & Finansial, Rosan Perkasa Roeslani menilai aspek yang perlu dipertimbangkan untuk mendongkrak kondisi sektor riil adalah soal pembiayaan.’’Persoalan utamanya, bunga pinjaman di bank nasional masih sangat tinggi,’’lanjutnya.

Hal ini, menurut dia, akibat tingkat efisiensi lembaga keuangan dan perbankan di Indonesia masih rendah bila dibandingkan negara-negara besar di kawasan Asia Tenggara. ‘’Tingkat net interest margin (NIM) bank di Indonesia di atas 4,5 persen, sedangkan NIM di lima negara ASEAN dikisaran tiga persen,’’sambungnya.

       Dia berharap turunnya bunga bank bisa menjadi pendorong sektor riil setelah keluarnya berbagai paket kebijakan ekonomi. ‘’Kondisi ekonomi yang sudah berefek pada capital flight, naiknya harga-harga barang impor, dan meningkatnya hutang, akan semakin sulit bagi dunia usaha jika kredit perbankan pun ikut menjadi beban,’’ ucapnya.

       Sekjen Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Noegardjito mengatakan penurunan suku bunga bank sangat didambakan oleh pelaku industri otomotif. Pasalnya sekitar 70 persen masyarakat membeli mobil dengan cara kredit.’’Kalau bunga turun, maka akan sangat membantu kita,’’ungkapnya.

       Pasalnya, sepanjang Januari hingga September 2015 penjualan mobil sudah anjlok 15,2 persen dibanding periode sama tahun lalu. Dengan turunnya bunga bank, diharapkan penjualan mobil kembali meningkat.’’Tapi kalau BI rate diturunkan bulan ini kemungkinan baru diikuti bank atau leasing sekitar Desember, jadi dampaknya baru terasa 2016,’’sambungnya.

       Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Eddy Hussy juga mendorong agar BI menurunkan BI Rate-nya sehingga diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. Sebab penurunan uang muka (down payment) menjadi 20 persen tidak cukup mendongkrak penjualan properti. ‘’Suku bunga yang sekitar 11-14 persen itu masih tinggi, kalau mau memacu penjualan perumahan harusnya 6-7 persen saja,’’usulnya.

       Menurut dia, dengan BI Rate yang masih tinggi yaitu 7,50 persen menyebabkan suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) belum bisa turun di kisaran dua digit. ‘’Buat apa tetap -double digit-kalau yang mengajukan KPR atau KPA sedikit. Mendingan single digit tapi banyak yang ambil,’’jelasnya.

       Di sisi lain, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus D.W. Martowardojo dalam beberapa kesempatan selalu mengungkapkan bahwa selain terus memonitor kondisi ekonomi domestik, BI juga terus mewaspadai kondisi eksternal.

‘’Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) saya sampaikan bahwa kita (BI) terus melihat perbaikan di ekonomi domestik, tapi kita harus terus mewaspadai kondisi global,’’ujarnya.

       Kondisi utama yang dihadapi dari ekonomi global yakni rencana normalisasi suku bunga acuan The Fed yang selama delapan tahun berada di posisi yang sangat rendah. Bahkan, Agus juga berujar bahwa pihaknya melihat sinyal kuat dari The Fed yang diprediksi akan menaikkan suku bunga di 16-17 Desember mendatang.

Tags :
Kategori :

Terkait