JAKARTA - Pemberlakuan kebijakam kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) oleh Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi membuat pengelola perguruan tinggi negeri memiliki kewenangan untuk menetapkan jumlah uang kuliah sesuai dengan kebutuhannya masing - masing.
Hanya saja menurut Anggota DPR RI yang membidangi pendidikan Sutan Adil Hendra (SAH), kewenangan ini perlu diikuti kesadaran pihak pengelola bahwa pendidikan merupakan usaha mencerdaskan anak bangsa agar mampu bersaing, unggul dan produktif.
“Dunia pendidikan bukan industri yang harus dijadikan lumbung untuk mengeruk keuntungan tetapi harus dipandang sebagai pengabdian dan investasi sosial kebangsaan,” ujar SAH.
Hal ini disampaikan SAH, karena melihat beberapa kasus penerapan UKT di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) besaran uang kuliah yang harus di bayar mahasiswa lebih besar. Jauh dari batas kebutuhan operasional padahal kekurangan dari jumlah UKT yang mereka terima bisa ditutupi dengan kucuran Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dari pemerintah.
“BOPTN diberikan untuk mengurangi biaya kuliah yang ditanggung mahasiswa,” ujar SAH mengingatkan tujuan awal BOPTN.
Karena menurut Ketua DPD Gerindra Jambi ini, dari berbagai komponen biaya operasional suatu program studi di PTN. Pemerintah membantu sebagian biaya melalui kucuran BOPTN, tapi nyatanya beban mahasiswa tidak jauh berkurang. Seperti ada kasus uang penerimaan mahasiswa, uang pangkal, SPP malah meningkat.
“Untuk itu saya meminta kepada perguruan tinggi negeri yang menerima BOPTN untuk tidak menarik biaya penerimaan mahasiswa baru. Karena jangan ada kesan mau kuliah saja sudah harus membayar,” tandasnya.
(dez/adv)