JAKARTA - Pengembangan kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) ibarat benang kusut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih kesulitan mengungkap aktor utama dalam kasus proyek yang merugikan negara Rp 2 triliun tersebut. Terutama dari sektor politik.
Diantara 250 saksi yang sudah dimintai keterangan, KPK belum menemukan titik terang keterlibatan pejabat lain diluar dua tersangka yang sudah ditetapkan. Yakni mantan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan anak buahnya eks Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Sugiharto.
Kemarin (10/1), KPK memanggil kembali Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto. Lembaga antirasuah itu juga memeriksa Anas Urbaningrum. Keduanya dipanggil untuk dimintai keterangan seputar kapasitas mereka sebagai ketua fraksi Golkar dan Demokrat saat penganggaran proyek di tingkat awal di DPR tahun anggaran 2011-2012 lalu.
\"Saksi M. Nazaruddin (mantan bendahara umum Demokrat) juga diagendakan pemeriksaan, tapi yang bersangkutan sakit,\" kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Sayang, terkait pemanggilan para politikus itu, KPK belum mau membeberkan hasil pemeriksaan yang dilakukan penyidik. Terutama soal adanya pertemuan-pertemuan Setnov dengan para pihak yang diduga terlibat dalam penyidikan proyek senilai Rp 6 triliun itu. \"Pada prinsipnya, penyidik memastikan pertemuan-pertemuan itu dihadiri saksi (Setnov) atau tidak,\" jelas Febri.
Penyidik KPK mendapat informasi adanya pertemuan yang dilakukan Setnov di sejumlah tempat di Jakarta. Mulai dari kantor Setnov di DPR hingga beberapa hotel. Saat pemeriksaan, Setnov yang kemarin diperiksa selama 3,5 jam itu sebenarnya dipertemukan dengan salah satu pihak yang diduga turut serta dalam pertemuan itu.
Namun, Febri enggan menyebutkan siapa pihak yang juga diduga berkaitan dengan proses penyidikan tersebut. \"Mohon maaf, tidak bisa kami sebutkan saat ini pihak tersebut (yang dipertemukan dengan Setnov),\" kilahnya.
Menurut Febri, pemeriksaan kemarin hanya sebatas mengonfirmasi sejumlah pertemuan yang diduga dihadiri Setnov. Dugaan sementara, pertemuan itu berkaitan dengan alur peristiwa pengadaan proyek yang didalami penyidik. Mulai dari proses penganggaran awal hingga implementasi setelah anggaran disetujui legislatif. \"Pertemuan itu penting untuk didalami agar semakin kuat untuk mendapatkan bukti-bukti,\" terangnya.
Lantas apakah rumitnya pengembangan kasus e-KTP karena profil elit politik para saksi ? Febri mengatakan, KPK belum melangkah lebih jauh untuk menyentuh aktor-aktor politik yang diduga menikmati uang korupsi pengadaan e-KTP. Penyidik fokus pada upaya konfirmasi dan klarifikasi informasi-informasi yang diperoleh dari para saksi sebelumnya. ”Kami belum melangkah lebih jauh ke penyidikan yang menyentuh aktor politik,” ucapnya.
Febri pun memastikan pihak-pihak selain penyelenggara negara atau eksekutif tetap akan diproses bila cukup bukti. Nah, bukti-bukti itu yang tengah digali KPK. Terutama yang berkaitan dengan informasi-informasi pertemuan yang dilakukan penyelenggara negara dengan sejumlah pihak legislatif atau swasta. ”Sejumlah perkara yang ditangani KPK banyak yang penyelenggara negaranya tidak terkait langsung (dengan kasus korupsi),” imbuh mantan aktivis ICW ini.
Sementara itu, Setnov irit bicara usai diperiksa KPK. Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan bahwa dirinya hanya dimintai klarifikasi tentang posisinya sebagai ketua fraksi saat penganggaran proyek e-KTP dilakukan. ”Ada pimpinan komisi II untuk menyampaikan (penganggaran e-KTP), tapi semua yang disampaikan hanya normatif saja,” ucap politikus yang pernah tersangkut masalah Papa Minta Saham ini.
Senada, Anas Urbaningrum juga tidak terlalu banyak berkomentar saat keluar dari gedung KPK. Anas mulai diperiksa pukul 15.00 dan keluar pukul 19.30. Beda dengan Setnov, Anas cenderung menutupi wajahnya dari sorotan kamera wartawan dengan mengenakan masker dan topi. ”Kalau itu jelas tidak benar,” ujar Anas singkat saat ditanya keterlibatannya dalam penganggaran proyek e-KTP.
(tyo)