JAKARTA – Selama periode enam bulan pertama 2017, PT PLN (Persero) mencapai realisasi kinerja operasi yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Hal itu tecermin dari meningkatnya laba operasi hingga Rp 2 triliun atau naik 12,84 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sehingga menjadi Rp 17,6 triliun.
Nilai penjualan tenaga listrik PT PLN (Persero) selama periode enam bulan pertama 2017 naik Rp 13,8 triliun atau 13,22 persen sehingga menjadi Rp 118,5 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 104,7 triliun. Pertumbuhan penjualan tersebut berasal dari kenaikan volume penjualan yang menjadi 108,4 terrawatt hour (TWh) atau naik 1,17% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 107,2 TWh.
Peningkatan penjualan tersebut sejalan dengan keberhasilan PLN selama semester pertama 2017 dalam menambah kapasitas pembangkit sebesar 1.663 mw yang berasal dari pembangkit PLN sebesar 463 mw dan tambahan kapasitas 1.199 mw dari Independent Power Producer (IPP) serta menyelesaikan 1.489 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dan gardu induk sebesar 5.750 MVA.
Peningkatan konsumsi kWh itu juga didukung adanya kenaikan jumlah pelanggan yang hingga akhir semester I 2017 mencapai 65,9 juta atau bertambah 1,6 juta pelanggan dari 64,3 juta pelanggan pada akhir tahun lalu. ”Kenaikan konsumsi kWh tersebut didominasi konsumsi listrik di golongan tarif industri,” kata Direktur Keuangan PLN Sarwono kemarin (28/7).
Dia menyatakan, bertambahnya jumlah pelanggan itu juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 91,16 persen pada 31 Desember 2016 menjadi 92,79 persen pada 30 Juni 2017.
Meski pada paro pertama 2017 ini beberapa kondisi makro yang memengaruhi penyesuaian tarif tenaga listrik, yakni kurs dolar Amerika, Indonesia Crude Price (ICP), dan/atau inflasi, naik dibanding acuan APBN. ”Namun, demi mendukung kepentingan masyarakat serta menjaga agar sektor bisnis dan industri tetap kompetitif, PLN memutuskan untuk tidak menaikkan tarif,” ucapnya.
PLN melakukan efisiensi pada beberapa elemen biaya operasi yang berada dalam kendali perusahaan untuk menutup kekurangan margin usaha tersebut. Seiring dengan meningkatnya produksi listrik, beban usaha perusahaan naik Rp 9,2 triliun atau 7,65 persen menjadi Rp 128,9 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 119,7 triliun.
(swn/c23/wir)