JAKARTA – Guna memenuhi kebutuhan alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI AU, Indonesia bekerja sama dengan Korea Selatan (Korsel). Mereka mengerjakan program KF-IX/IF-X. Yakni pesawat tempur generasi 4.5 dengan berbagai fitur pertahanan udara modern. Meski masih tahap awal, Kementerian Pertahanan (Kemhan) optimistis kerja sama yang sudah dimulai sejak delapan tahun lalu itu terlaksana sesuai rencana.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Kabalitbang) Kemhan Anne Kusmayati menjelaskan, program itu terdiri atas tiga tahap utama. Yakni pengembangan, produksi, dan pemasaran. ”Tiga tahapan itu sudah diawali dari 2011 dan 2012,” ungkap dia ditemui di kantor Kemhan kemarin (28/7). Saat ini, mereka tengah berupaya meningkatkan kesiapan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) untuk masuk engineering manufacture development (EMD).
EMD merupakan fase kedua dalam tahap pengembangan. Berlangsung selama sepuluh tahun. Mulai 2016 sampai 2026. Perempuan yang akrab dipanggil Anne itu menjelaskan, dalam fase tersebut Indonesia dan Korsel membuat prototipe KF-IX/IF-X yang nantinya diproduksi secara masal. ”Sepuluh tahun kami buat prototipe. Bukan produksi,” kata dia tegas. Memang bukan waktu yang sebentar, namun harus dilalui.
Sebab, sambung Anne, membuat pesawat tempur tidak mudah. Butuh waktu serta biaya besar agar program yang dilaksanakan oleh Indonesia dan Korsel tuntas. Sepanjang fase EMD saja, pemerintah harus siap menginvestasikan dana lebih dari Rp 20 triliun. Memang tidak sekaligus. Namun tetap saja angka tersebut besar. ”Tapi, penting untuk membangun kemampuan industri pertahanan,” ucap dia.
KF-IX/IF-X yang ditarget sudah melalui uji coba dan sertifikasi sepuluh tahun mendatang diproyeksi mampu mengalahkan F-16. Bahkan bisa bersaing dengan F-22 dan F-35 yang generasinya sudah satu tingkat lebih tinggi. ”Ini investasi jangka panjang,” ujar Anne. Ketika sudah masuk tahap produksi, TNI AU bakal kebagian 50 unit KF-IX/IF-X dari total 175 pesawat tempur yang dibuat. Sisanya sebanyak 125 untuk angkatan udara Korsel.
Tidak hanya itu, Indonesia bakal kebagian untung dari setiap penjualan KF-IX/IF-X. Sebab, ada kesepakatan profit sharing dalam tahap pemasaran. Tentu saja keuntungannya belum bisa disebutkan. Namun, jumlahnya besar. Mengingat potensi pasar pesawat tempur tersebut mencapai 700 unit. Lebih dari itu, Indonesia bisa belajar banyak. Sebab, engineer lokal berpartisipasi dalam program tersebut. ” Juga akan diberi akses seratus persen ke program data,” jelasnya.
Dengan begitu, kesempatan untuk mengembangkan kemampuan KF-IX/IF-X sangat terbuka. Indonesia tidak lagi bergantung kepada produsen pesawat tempur dari luar negeri. ”Itu akan menimbulkan deterrent effect yang berkelanjutan,” ujarnya. Bagaimana tidak? memproduksi pesawat tempur bukan perkara gampang. Bukan hanya uang, butuh komitmen kuat untuk merealisasikan itu.
Guna memastikan program KF-IX/IF-X tidak terganggu pergantian pimpinan maupun kebijakan, Kemhan memproteksi program tersebut dengan aturan yang mengikat. Yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 136 Tahun 2014 tentang Program Pengembangan Pesawat Tempur IF-X. ”Itulah barangkali yang mengunci program nasional ini,” tegas Anne. Dengan perpres tersebut, program itu harus terus berlanjut meski pimpinan berganti.
Kapuslitbang Iptekhan Balitbang Kemhan Marsma TNI Bambang Wijanarko pun menyampaikan bahwa program KF-IX/IF-X merupakan kesempatan besar untuk mengembangkan industri pertahanan tanah air. Khususnya PT DI yang selama ini bekerja sama dengan beberapa produsen alutsista angkatan udara. ”Supaya bisa membangun dirinya kembali. Menyongsong masa depan di mana teknologi jadi segalanya,” terang dia. ”Supaya mereka tidak terlambat lagi,” tambahnya.
(syn/)