Polri: Saluran Internet Indonesia Belum Jelas 

Selasa 01-08-2017,00:00 WIB

JAKARTA - Polri meminta regulasi penggunaan saluran internet di Indonesia diperketat, kemarin. Regulasi dinilai lemah. Sehingga, dengan mudah dimanfaatkan untuk kejahatan siber. Salah satunya, kejahatan phone of frauds yang menyeret pelaku WNA Tiongkok. 

Dirtipid Siber Mabes Polri Brigjenpol Muhammad Fadhil Imran mengungkapkan, regulasi penggunaan intenet yang lemah terindikasi dari data pengguna. Dia menuturkan, tidak jarang, data pengguna internet yang didaftarkan yakni palsu. \"Misalnya, nama yang didaftarkan sebagai pengguna yakni A. Cuman, nama aslinya bukan A. Termasuk alamat yang juga didaftarkan,\" terang Fadhil, kemarin. 

Mantan Dirkrimsus Polda Metro Jaya tersebut tidak menyebutkan detail siapa yang seharusnya bertanggung jawab terkait regulasi internet. \"Saya rasa, sebenarnya, regulasi dair pemerintah sudah ada. Dan, juga jelas. Biasanya di Kemenkominfo ada, pasti,\" ungkapnya. 

Dalam pengungkapan kasus phone of frauds di empat kota (Jakarta, Surabaya, Bali, dan Batam), para pelaku dari keempat titik itu ditawari bekerja sebagai operator telepon di Indonesia. Pelaku menerima upah Rp 40 juta per bulan. 

Total keuntungan pelaku dari aksi tersebut telah dilansir Kepolisian Tiongkok kepada Polri. Imran menyebutkan, sejak awal tahun sampai bulan ini, pelaku mendapat keuntungan hingga Rp  6 Triliun. \"Kalau diperkirakan oleh kami jika mereka bertahan hingga setahun penuh, para pelaku mendapat keuntungan hingga Rp 26 T,\" ujarnya. 

Para korban mayoritas berasal dari pengusaha swasta di Tiongkok. Imran menampik, jika para korban berasal dari pemerintahan. \"Tidak ada. Tidak ada kejaksaan, hakim, atau perdana menteri. Murni masyarakat,\" tambahnya. 

Menurut mantan Anjak Madya Bidang Pidum Mabes Polri tersebut mengatakan ada empat negara selain Indonesia yang dijadikan sebagai tempat persembunyian. Diantaranya, Myanmar, Kamboja, Thailand, dan Filipina. 

\"Kalau masalah kasus phone of frauds ini ada tiga kelompok yang terkenal. Diantaranya, The Mid Giant Entreprise kebanyakan dilakukan oleh orang Nigeria, Eropa Timur dari orang Bulgaria hingga Rumania, dan Telecomunication Frauds biasanya dari orang Tiongkok atau Taiwan,\" jelas Imran. 

Sementara itu, dikonfirmasi di tempat yang sama, Wadirkrimsus AKBP Didik Sugiharto mengatakan pihaknya masih mengejar WNI berinisial Y. Y diduga membawa 29 paspor dan visa kunjungan dari pelaku yang diamankan di Pondok Indah, Jakarta Selatan. Dia mengklaim, polisi telah mengendus identitas dan lokasi Y. \"Kami tidak bisa sebutkan sekarang. Karena masih dalam pengejaran,\" terang dia.

(sam)

Tags :
Kategori :

Terkait