JAKARTA - Kelompok teror yang menunjukkan penurunan kualitas kemampuan beraksi dinilai merupakan keberhasilan Polri. Namun, disisi lain terus meningkatnya jumlah pelaku teror yang ditangkap dalam tiga tahun belakangan menunjukkan perlunya peningkatan deradikalisasi. Literasi radikal juga harus dilawan dengan literasi deradikalisasi.
Pengamat Terorisme Al Chaidar menjelaskan, tiga tahun belakangan peningkatan jumlah terduga teroris yang ditangkap Polri bisa menjadi indikasi bahwa rekrutmen kelompok teror kian masif. ”Kemungkinan besar, peningkatan intensitas rekrutmen itu melalui dunia maya,” ujarnya.
Seperti halnya yang terjadi pada pelaku teror di Masjid Falatehan, depan Mabes Polri. Pelaku diketahui seorang lone wolf yang ternyata berkomunikasi dengan Bahrun Naim melalui Telegram. ”Berbagai link, video hingga tulisan dishare untuk membuat pembacanya terpengaruh,” terangnya.
Maka, lanjutnya, perlu untuk melakukan pencegahan yang lebih efektif. Tidak hanya sekedar menutup sebuah situs, grup chating atau halaman media sosial, namun juga perlu untuk melawan literasi yang berkembang itu. ”Kalau sekedar menutup itu mudah bagi mereka membuat yang lainnya,” paparnya.
Dia menjelaskan, dengan dibuat literasi untuk melawan literasi radikal. Maka, akan bisa diluruskan pemahaman salah yang disebarkan tersebut. ”Jadi, racun pikiran ini harus ada anti racunnya, ujarnya.
Selama tidak dilakukan upaya literasi deradikalisasi, maka akan banyak orang yang akan tergelincir dengan bujuk rayu paham radikal. ”Karena literasi ini tidak dilawan, tidak ada pilihan lain bagi pembacanya,” jelasnya.
Menurutnya, saat ada literasi tandingan, jelas saja bahwa orang mampu untuk menilai mana paham yang benar dan mana paham yang salah. ”Sehingga, orang yang belajar dari internet itu bisa membentengi diri,” ujarnya.
Saat ini makin banyak orang yang hanya belajar agama dari internet. Kondisi itulah yang juga dimanfaatkan ISIS selama ini. ”Hanya membaca dari internet, dengan sumber yang belum tentu benar. Tapi, sudah merasa mengetahui agaman,” paparnya.
Dia menjelaskan, melawan literasi radikal ini tentu perlu tim yang kuat. Kalau Direktorat Tindak Pidana Siber itu tentunya masih perlu untuk ditingkatkan, sebab ranah kewenangannya hanya penegakan hukum. ”Ini ranah pencegahan yang perlu memiliki kemampuan khusus, kombinasi teknologi dan agama,” terangnya.
(idr)