JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mengonfirmasi sejumlah proyeksi stagnasi ekonomi tahun lalu. Dengan pertumbuhan ekonomi 5,07 persen, ekonomi Indonesia tidak beranjak jauh dari capaian tahun sebelumnya yang 5,03 persen. Juga, gagal mencapai target 5,17 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, salah satu penyebabnya adalah konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,95 persen. Kinerja itu lebih rendah dari 2016 yang masih sanggup tumbuh 5,01 persen. Padahal, konsumsi rumah tangga tersebut berkontribusi cukup besar terhadap produk domestik bruto (PDB), yakni 56 persen.
”Sebagian besar lesunya daya beli disebabkan kebijakan pemerintah,” kata Bhima kemarin. Awal tahun lalu masyarakat memang dihadapkan pada kebijakan pencabutan subsidi listrik.
Menko Perekonomian Darmin Nasution berpendapat bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi 2017 sudah cukup baik. Menurut dia, setidaknya angka tersebut sudah mendekati 5,1 persen. Dia memaparkan, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi domestik tahun lalu sudah cukup bagus. Apalagi, terjadi kenaikan signifikan dari sisi ekspor maupun investasi. ”Yang menarik juga adalah perdagangan, akomodasi, restoran, pergudangan, dan transportasi, telekomunikasi semua naik,” ujar Darmin di kantornya kemarin.
Mantan Menkeu dan eks gubernur Bank Indonesia itu mengakui bahwa konsumsi masih belum pulih sepenuhnya. Namun, dia meyakini akan membaik di tahun ini karena ada sejumlah perhelatan besar seperti Asian Games dan pilkada. ”Selalu terbuka peluang membaik,” imbuhnya.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, apabila dilihat trennya, angka 5,07 persen itu merupakan yang tertinggi sejak 2014. Dia melanjutkan, pada 2014 angka pertumbuhan ekonomi hanya 5,01 persen. Sementara itu, tahun berikutnya makin menurun di 4,88 persen. Pada 2016 pertumbuhan ekonomi domestik mencapai 5,03 persen. Untuk itu, dia menilai, meski tidak mencapai target, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu cukup bagus. Pertumbuhan terjadi pada seluruh lapangan usaha.
”Lapangan usaha informasi dan komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 9,81 persen, diikuti jasa lainnya sebesar 8,66 persen, dan transportasi dan pergudangan 8,49 persen,” ujarnya.
Jika dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan, industri pengolahan adalah yang tertinggi dengan 0,91 persen. Lalu, diikuti konstruksi 0,67 persen, dan perdagangan besar-eceran 0,59 persen.
Dari sisi pengeluaran, kata Suhariyanto, semua faktor pendorong pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan bila dibanding dengan periode yang sama tahun lalu. Dari sejumlah komponen tersebut, ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 9,09 persen.
Menurut Suhariyanto, meski pertumbuhannya masih lebih lambat bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, konsumsi tetap tumbuh. Dia pun optimistis konsumsi akan berlari ke kisaran 5 persen tahun ini.
”Menurut saya bisa (mencapai 5 persen). Tapi, memang sejak triwulan II tahun 2017, jumlah persentase pendapatan yang ditabung meningkat. Artinya, kelompok menengah ke atas menahan sebagian belanja,” ujarnya.
Jika daya beli belum juga pulih, pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa masih sama dengan tahun lalu: masih bisa berlari, tapi lambat.
(ken/c10/sof)