Tiba di Jakarta, Novel Semangati Penyidik KPK

Jumat 23-02-2018,00:00 WIB

Sebelumnya, Presiden sudah mengintruksikan Kapolri untuk mengusut dan menindak tegas pelakunya. Soal upaya lain, Jokowi memastikan sudah menyiapkan alternatif tersebut. Namun itu baru akan dilakukan jika Polri sudah tidak sanggup menyelesaikannya. ”Kalau Polri sudah gini (mengangkat dua tangan), ya baru kita akan step yang lain,” ujarnya setelah melantik 17 duta besar di Istana Negara, Selasa (20/2). Sayangnya, dia enggan membeberkan terkait langkah apa yang akan diambil selanjutnya.

Kembalinya Novel diharapkan memberi angin segar terhadap pengusutan kasus penyiraman air keras kepada penyidik andalan KPK itu. Sebab, hingga kini, kabut tebal masih menyelimuti kasus yang terjadi pada April 2017 lalu. Penyiram Novel belum terendus identitasnya.

Di tempat terpisah, Kabidhumas Polda Metro Jaya Kombespol Argo Yuwono menuturkan, tidak ada pengawalan khusus terkait kembalinya Novel. “Kami biasa saja,” tuturnya di Mapolda Metro Jaya, kemarin.

Dia menegaskan, penyidikan perkara Novel tidak dihentikan. Berkas kasus masih bergulir di meja penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Menurut Argo, polisi masih semangat untuk menyidik kasus yang berujung nestapa kepada Novel itu. “Sampai saat ini, saksi yang sudah diperiksa mencapai 66 orang,” terangnya.

Polisi berpangkat tiga melati itu menilai kepulangan Novel bakal mempermudah komunikasi. Tentunya, antara Novel dengan penyidik. Karena itu, polisi segera mengagendakan pemeriksaan terhadap Novel. Hanya, Argo belum bisa memaparkan kapan pihaknya akan merealisasikan hal tersebut. “Lihat penyidik saja nanti bagaimana. Kami datang ke sana (KPK, Red) atau bagaimana, itu teknis,” tuturnya.

Mantan Kapolres Nunukan, Kaltim, itu menyampaikan pemeriksaan nanti akan terkait hal-hal yang kurang hingga jika ada informasi yang belum disampaikan kepada polisi. “Mungkin pas kami memeriksa di Singapura, ada yang belum disampaikan, bisa disampaikan (saat pemeriksaan nanti),” tambah Argo.

Saat disinggung durasi penyidikan yang mencapai 10 bulan, Argo menganggap biasa. Dia menuturkan, penyidik tidak mempermasalahkan hal tersebut. Menurutnya, banyak kasus yang juga membutuhkan durasi lama. “Ada yang tiga tahun juga ada. Banyak kasus juga, jadi harus sabar,” jelasnya.

Yang terpenting, masih kata Argo, penyidik bekerja sesuai fakta hukum yang ada. Tidak asal dan buru-buru. Semua barang bukti dikumpulkan oleh penyidik. “Mulai dari CCTV hingga keterangan saksi,” ujarnya.

Lantas, apa yang membuat penyidikan kasus tersebut lama? Mantan Kabidhumas Polda Jawa Timur menuturkan, beberapa kendala yang dinilai membuat penyidik kesulitan. Di antaranya, rekaman CCTV yang tidak jelas hingga tidak ada CCTV yang merekam dengan lengkap insiden penyiraman. “Kami juga sudah meminta bantuan ke Australia. Lalu, kami juga mencari CCTV hingga radius 500 meter, kami cek semua. Kemudian, setelah ditanya ke pemilik CCTV, kadang-kadang tidak merekam . Itu kesulitan,” bebernya.

Pasca kepulangan Novel dari Singapura, Menko Polhukam Wiranto turut berkomentar seputar pengamanan yang perlu diberikan kepada alumni Akpol 1998 itu. Meski tidak dalam posisi bisa memerintahkan Polri memberikan jaminan keamanan kepada Novel, dia menuturkan bahwa Polri punya kewajiban menjalankan tugas tersebut.  ”Untuk memberikan pengamanan khusus,” imbuhnya.

Pengamanan tersebut perlu diberikan mengingat Novel merupakan korban penyiraman air keras. Karena itu, potensi kerawanan masih ada. ”Terhadap kemungkinan adanya suatu tindakan-tindakan di luar hukum terhadap yang bersangkutan,” terang Wiranto.

Komisioner Komnas HAM Amiruddin menuturkan, wacana pembentukan TGPF kasus Novel sebagai langkah yang bagus. Tim tersebut akan melengkapi kerja penyidik Polri dalam mengungkap kasus Novel. Dia meyakini bahwa polisi tidak akan menyerah dalam mengusut kasus tersebut. ”Kalau memang TGPF itu dibuat oleh presiden saya kira itu langkah baik,” ujar dia.

Dia pun pernah menjadi anggota TGPF dalam kasus kematian aktivis HAM Munir. Saat itu dia tunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ”TGPF itu akan bekerja baik kalau dia bersama, jadi tidak dalam kontek menyerah-menyerahan,” kata dia.

Amiruddin menuturkan, pembentukan TGPF itu akan membuat semakin proses hukum kasus Novel menjadi lebih terbuka. Kinerja polisi dan TGPF bisa lebih bagus daripada selama ini bekerja sendiri. ”Itu kalau presiden mau buka. Tapi karena saat ini belum ada, saya tegaskan kita menghormati kerja kepolisian,” ujar koordinator Subkomisi Penegakan HAM itu.

Dia menuturkan, Komnas HAM sejauh ini memang belum telibat secara langsung dalam penanganan kasus Novel. Termasuk belum mendapatkan laporan secara langsung dari Novel. Koordinasi dengan polisi juga belum dilakukan. ”Kalau diajak diskusi ya kami ikut, kalau gak diajak ya kan gak boleh mencampuri,” imbuh alumnus FISIP Universitas Indonesia itu.

Terpisah, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Adrianus Meliala menuturkan, pihaknya juga berencana untuk turut memantau keseriusan polisi dalam penanganan kasus Novel. Sebab, selama ini ada orang-orang yang mencitrakan polisi tidak serius. Nah, mereka akan bekerja berangkat dari persepsi publik tersebut. ”Sehingga ini layak untuk di TGPF kan,” ujar dia.

Tags :
Kategori :

Terkait