JAKARTA – Senin pekan lalu (2/4) siswa SMK mengawali ujian nasional (unas). Hari ini (9/4) giliran siswa di SMA/MA mulai mengerjakan evaluasi rutin tahunan itu. Seiring semakin banyaknya sekolah penyelenggara ujian nasional berbasis komputer (UNBK), beberapa kalangan memprediksi kendala teknisnya juga berpotensi naik.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) sudah membuka posko pemantauan unas 2018 sejak jenjang SMK lalu. ’’Diprediksi SMA akan berpotensi mengalami kendala teknis UNBK. Mengingat jumlah peserta dan sekolahnya lebih banyak dibandingkan SMK,’’ kata Sekjen FSGI Heru Purnomo di Jakarta kemarin (8/4).
Sebagaimana diketahui jumlah peserta UNBK jenjang SMK tahun ini sekitar 1,4 jutaa siswa di 12.498 unit sekolah. Sedangkan untuk jenjang SMA dan MA jumlah peserta UNBK-nya mencapai 1,7 juta siswa di 18.348 unit sekolah. Sementara nanti di jenjang SMP/MTs jumlah peserta UNBK ada 2,6 juta siswa di 28.622 unit sekolah.
Lebih lanjut Heru mengatakan jaringan FSGI memantau persiapan UNBK SMA di Jakarta, Jawa Tengah, NTB, dan Bengkulu. Secara umum dia mengatakan persiapan UNBK sudah berjalan baik. Namun dari sejumlah laporan, masih ada informasi kesulitan sinkronisasi. Gangguan ini muncul karena kesiapan teknisi yang kurang memadai. ’’Khususnya di madrasah aliyah (MA, red),’’ tuturnya.
Padahal proses sinkronisasi menjelang pelaksanaan UNBK cukup penting. Sebab para proses inilah masing-masing sekolah penyelenggara UNBK mengundung butir soal ujian dari server panitia pusat di Kemendikbud. Kemudian soal yang sudah terunduh masih tersimpan rapi dan tidak bisa dibuka. Butir soal sekaligus aplikasinya baru bisa dibuka saat ujian berlangsung. Sebab nantinya masing-masing siswa akan menerima token atau kode angka untuk masuk ke dalam aplikasi UNBK.
Selain hambatan sinkronisasi, Heru juga mengatakan di beberapa daerah terjadi kasus sekolah kekurangan jumlah komputer. Sehingga sekolah harus pinjam ke sejumlah pihak. Termasuk ke orangtua siswa.
Dia mencontohkan di SMAN 9 Kota Bengkulu, sekolah hanya menyediakan sepuluh unit komputer. Kemudian 40 unit komputer lainnya pinjam dari siswa. Sedangkan di SMAN 1 Monta, Bima, NTB, sekolah mampu menyiapkan 28 unit komputer. Lalu ada Sembilan unit komputer pinjaman guru, sepuluh unit pinjaman SMK terdekat, dan 19 unit pinjaman SMP terdekat.
Contoh lainnya di SMAN 1 Gunung Sari, Lombok Barat, sekolah mampu menyiapkan sebanyak 47 unit komputer. Kemudian sekolah meminjam 30 unit komputer dari SMK terdekat dan 20 unit komputer dari SMP terdekat. Sementara di SMAN 6 Mataram NTB hanya bisa menyiapkan 80 unit komputer untuk melayani 361 siswa peseta ujian. Jumlah komputer itu masih kurang, sehingga harus meminjam 40 unit komputer lebih ke sekolah sekitarnya.
Secara tidak langsung bertambahnya unit komputer di sekolah pelaksana UNBK, harus diimbangi dengan jumlah teknisi atau pengawas ujian. Sebab jika mengandalkan teknisi atau pengawas ujian komputer dari sekolah sendiri, umumnya masih kurang. Selain itu sekolah juga harus menyiapkan pengamanan ekstra, jangan sampai komputer yang bertambah banyak itu dicuri.
Menurut Heru untuk sekolah dengan jumlah siswa banyak, biaya penyelenggaraan UNBK tidak sedikit. Apalagi di sekolah yang sampai menyelenggarakan tiga sesi ujian. ’’Di Jakarta ada sekolah swasta yang hanya satu sesi UNBK-nya,’’ tuturnya.
FSGI juga mengingatkan soal kesiapan sarana infrastruktur penunjang UNBK. Seperti layanan listrik dan jaringan internet. Dia tidak ingin kendala teknis seperti kasus listrik padam ketika UNBK SMK beberapa hari lalu, tidak terulang di jenjang SMA/MA.
Menurutnya kendala pemadaman listrik sangat berpengaruh pada pelaksanaan UNBK. Sebab bisa memengaruhi jadwal sesi berikutnya. Bahkan jika pemadamannya lama, sesi ketiga atau yang paling akhir baru bisa melaksanakan ujian menjelang malam hari. ’’Jadwal ujian mundur bisa berakibat negatif. Sebab siswa sudah lelah fisik dan psikologisnya selama menunggu ujian dimulai lagi,’’ tuturnya.
Secara umum Heru mendukung pemberlakuan UNBK yang meningkat setiap tahunnya. Menurutnya kebijakan ini adalah cermin Kemendikbud menyediakan sarana pendidikan untuk menghadapi kemajuan teknologi. Dia mengatakan khusus untuk SMA, sudah ada sekitar 71 persen yang menyelenggarakan UNBK di sekolah sendiri. Kemudian sisanya sebanyak 29 persen sekolah ada yang menumpang UNBK di sekolah lain dan ada pula yang masih ujian berbasis kertas.
Terkait sejumlah temuan dalam pelaksanaan UNBK itu, FSGI menyampaikan sejumlah rekomendasi. Diantaranya adalah pemerintah pusat maupun daerah harus semakin serius menyiapkan infrastruktur komputer di sekolah. Meskipun komputer tidak hanya untuk UNBK, jumlah juga harus mencukupi ketika UNBK berlangsung.
Kalaupun tidak ada alokasi anggaran dari APBN maupun APBD, Heru berharap Kemendikbud membuat kebijakan baru terkait penggunaan dana BOS. Misalnya sekian persen dana BOS boleh digunakan untuk membeli perangkat komputer. ’’Hasrat pemerintah menyiapkan generasi memasuki era revolusi industry 4.0 harus diikuti dengan ketersediaan sarana-prasarana berbasis TIK,’’ pungkasnya.