JAMBI - Besarnya gaji dan tunjangan yang diberikan kepada DPRD Kota mendapat tanggapan dari akademisi UIN STS Jambi Bahren Nurdin.
Ia mengatakan, fasilitas yang diberikan Negara kepada wakil rakayat, untuk memberikan sumbang pemikiran, ide dan gagasan yang melindungi masyarakat. Sesuai dengan fungisinya legislasi, anggaran, dan pengawasan.
“Jika tugas itu dijalankan sebagaimana mestinya, itu berat. Dengan tugas yang berat itulah mereka diberikan fasilitas tersebut,” kata Bahren.
Namun sebut Bahren, apakah para wakil rayat itu sudah bekerja secara maksimal sesuai fungsinya. Itu yang menjadi pertanyaan.
“Kalau bekerja maksimal, wajar mereka terima fasilitas itu,” ujarnya.
Bahren mengungkapkan, dari kacamatannya masih ada beberapa wakil rakyat yang hanya duduk diam. Apa yang dibuat untuk masyarakat tidak jelas.
“Berapa peraturan daerah yang dibuat untuk kepentingan rakayat. Prestasinya apa?, untuk memperjuangakan apa?. Tidak pukul rata, memang ada beberapa yang sudah maskisamal. Tapi ada yang hanya sekedar duduk,” ungkapnya.
“Belum semua anggota DPRD yang menjalankan fungsinya dengan baik,” ujarnya.
Lebih lanjut Bahren menyebutkan, dari Perda yang dihasilkan, ada beberapa perda yang betul-betul hasil pemikiran mereka (wakil rakyat), bukan dari staf ahli.
“Jangan hanya duduk, ketok palu,” ujarnya.
Dikatakan Bahren, dewan kerap melaksanakan kunjungan kerja ke luar kota untuk study banding pembutaan perda. Jangan sampai, ada kunjungan ke luar kota, tapi yang dibawa kembali hanya copy paste.
“Itu terjadi. Batasilah kunjungan yang tidak mendatangkan hasil. Kunjungan kerja itu harus membuahkan hasil maskimal. Mana yang bisa di contoh dan diterapkan serta berpihak pada rakyat. Karena mereka wakil rakyat,” katanya.
Artinya sebut Bahren, jangan jadikan kunjungan kerja sebagai wisatanya dewan. Bedakan antara wisata dan kerja. “Kadang ada sebagian dewan yang bawa keluraga saat kunjungan kerja,” ujarnya.
Kedepan kata Bahren, alangkah lebih baik dibuatkan system kinerja yang jelas. Pengawas keuangan betul mengawasi. “Para wakil rakyat yang hanya absen dan bolos jangan dibayar,” katanya.
Sementara Jafar Ahmad, pengamat politik Provinsi Jambi mengatakan, harusnya DPRD punya standar untuk menujukan kualitas kerjanya. Misal, yang terpenting di DPRD mengenai aspirasi. Apakah saluran aspirasi sudah bisa diakses publik secara mudah.
“Kalau itu tidak dilakukan, maka kinerjanya bermasalah secara standar. Ini kita tidak tahu, apakah hal tersebut sudah dilakukan atau belum,” katanya.
Lanjut Jafar, apakah masyarakat merasakan wakil yang dipilih menjadi anggota DPRD memang mewakili aspirasi masayarat daerah pemilihnya.
“Itu dinilai sendiri masyarakat. Apa yang dirasakan masyarat,” katanya.
(hfz)