JAMBI- Konstelasi politik jelang perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 mendatang kian memanas.
Kandidat yang digadang-gadang bakal ikut bertarung pada kontestasi politik lima tahunan itu kian menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat terlebih lagi di Media Sosial (Medsos).
Selain itu, berbagai isu pun mulai dimainkan, viral di Medos. Entah siapa yang awalnya menghembuskan isu tersebut, salah satunya isu primordial atau isu kesukuan, putra daerah, isu agama dan sebagainya.
Namun yang harus disadari bersama, bahwa sebaiknya isu Putra daerah janganlah dijadikan jargon-jargon untuk meraup simpati dan suara rakyat. Isu putra daerah adalah bentuk pemahaman yang sempit dan bentuk pendangkalan pandangan terhadap keberagaman dan kebhinekaan.
Pasalnya, Undang-undang pun menjamin bahwa setiap
Prestasi
warga negara mempunyai hak yang sama, baik itu memilih dan dipilih, hak mencalonkan dan dicalonkan.
Pengamat politik Jambi Navarin Karim, menegaskan, istilah putra daerah itu dalam setiap Pilkada sebenarnya harus dihilangkan.
Dijelaskannya, kalau dapat pemimpin yang merupakan putra daerah itu bagus, tapi kalau putra daerah yang ada itu kualitasnya lebih baik yang bukan putra daerah kenapa tidak.
“Prestasi yang real atau nyata lebih penting dari isu ini,” tegasnya saat dihubungi koran ini.
Menurutnya, karena dalam undang-undang otonomi daerah itu disebutkan yang berhak maju sebagai kepala daerah itu syaratnya ada dua poin intinya, pertama Kandidat yang menguasai tentang daerah tersebut.
“Dia tahu pontensi tentang daerah itu dan apa yang akan dibuatnya jika terpilih nantinya,” jelasnya.
Kemudian yang kedua mendapat dukungan masyarakat di daerahnya. “Kalau Dia bisa mendapatkan simpati masyarakat di daerahnya kenapa tidak,” tuturnya.
Kalau putra daerah kualitasnya di bawah yang bukan putra daerah, kata Navarin Karim, kenapa harus dipaksakan untuk dipilih. “Jadi prestasi yang real atau prestasi yang bukan dibuat-buat itu lebih penting dilihat,” tukasnya.
Pengamat Politik Jambi lainnya, Bahren Nurdin mengatakan, jika persoalan putra daerah ini sebenarnya hanya sekedar isu politik yang selalu digoreng-goreng dalam setiap kontestasi Pilkada di semua daerah.
“Isu politik identitas ini selalu menjadi salah satu bagian yang asyik untuk digoreng menjadi mainan,” katanya kepada harian ini.
Sepertinya hal ini juga terjadi di Jambi saat ini, lanjut Bahren, selain isu putra daerah ini juga mulai dimainkan isu lainnya seperti isu putra Wilayah Barat dan Timur.
“Karena kalau isu agama tidak terlalu signifikan untuk dimainkan di Jambi,” bebernya.
Untuk di daerah non Kota Jambi, kata Bahren, memang isu putra daerah ini cukup signifikan dampaknya, tapi kalau untuk daerah perkotaan seperti di Kota Jambi sendiri tidak terpengaruh.
“Karena penduduk kota biasanya sudah melek politik dan melihat secara objektif,” tukasnya.
Tak jauh berbeda, Pengamat Politik Jambi lainnya.(wan)