FPI: Mana Ada Salah Ketik Bisa Membuat Redaksi Norma Begitu Rapi

Selasa 18-02-2020,00:00 WIB

JAKARTA - Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman, merasa ragu dengan pernyataan Menkumham Yasonna Laoly, yang mengaku terdapat kesalahan ketik saat menyusun Pasal 170 Rancangan Undang-undang Omnibus Law.

Menurut Munarman, redaksional di dalam Pasal 170 RUU Omnibus Law sudah rapi. Tidak mungkin kesalahan ketik bisa terjadi dalam sebuah kalimat.

\"Mana ada salah ketik bisa membuat redaksi norma yang begitu rapi. Kalau salah ketik itu, satu huruf bukan satu kalimat,\" kata Munarman saat dihubungi, Selasa (18/2).

Munarman menduga Pasal 170 ialah upaya pihak-pihak tertentu untuk menyelundupkan hukum. Dia mengaku penyelundupan hukum acap kali terjadi ketika menyusun sebuah Undang-undang.

\"Publik sudah berpengalaman, kok, sudah sering ada penyelundupan hukum dalam setiap pembuatan UU,\" ungkap dia.

Lebih lanjut, kata Munarman, FPI menolak tegas Pasal 170 RUU Omnibus Law. Bahkan, FPI menolak secara menyeluruh RUU Omnibus Law karena dianggap tidak berpihak ke rakyat.

\"Jelas-jelas konstruksi di RUU itu untuk memfasilitasi pemodal dan menjadikan presiden seorang diktator dengan cara memberikan kekuasaan penuh kepada presiden untuk mengubah setiap peraturan yang merintangi pergerakan modal, kok,\" timpal dia.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengakui ada kesalahan ketik dalam penyusunan Pasal 170 RUU Omnibus Law. Dalam pasal itu, memungkinkan kepala negara mengubah Undang-undang melalui Peraturan Pemerintah (PP).

\"Ya, ya (salah ketik). Enggak bisa dong PP melawan undang-undang. Peraturan perundang-undangan (maksudnya) itu,\" kata Yasonna di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (17/2).

Menurut Yasonna, Pasal 170 ini memungkinkan pemerintah mencabut Peraturan Daerah (Perda) di bawahnya. Setiap aturan yang bertentangan, akan dicabut melalui eksekutif, tidak melalui mekanisme lainnya.

\"Jadi dalam hal ini juga Peraturan Daerah tidak boleh melawan keputusan presiden atau Peraturan Pemerintah. Kalau tidak sesuai, bisa dibatalin melalui peraturan perundang-undangan itu juga. Sama dengan Omnibus Law membatalkan beberapa perundang-undangan, sah-sah saja,\" kata dia. (mg10/jpnn)

sumber: www.jpnn.com

Tags :
Kategori :

Terkait