JAKARTA-Perbedaan pendapat di internal pengurus forum honorer K2 makin tajam.
Kelompok yang ngotot honorer K2 harus menjadi PNS terus menyudutkan rekannya yang lulus PPPK (Pegawal Pemerintah dengan Perjanjian Kerja).
Mereka menilai gegara PPPK, pemerintah jadi enggan membuatkan regulasi pengangkatan honorer K2 menjadi PNS.
\"Kan sejak awal tuntutan perjuangan honorer K2 ya PNS. Kami juga enggak mau PPPK. Apa bedanya dengan status honorer K2?,\" kata Koordinator Wilayah Perkumpulan Hononer K2 Indonesia (PHK2I) Jawa Timur Eko Mardiono kepada JPNN.com, Senin (20/7).
Dia mencontohkan di Surabaya. Walaupun berstatus honorer gajinya Rp 4,2 juta per bulan. Belum tentu ketika jadi PPPK gajinya bisa Rp 4,2 juta.
\"Kalau status kontrak ya sama saja kayak honorer. Kenapa butuh diangkat PNS? Karena kami butuh jaminan untuk anak istri kami,\" tegasnya.
Pendapat Eko ini berseberangan dengan Hanif Darmawan. Koordinator Honorer K2 Jawa Barat ini menegaskan, bagi yang mau PNS harga mati silakan.
Namun, jangan ganggu honorer K2 yang sudah lulus PPPK.
Saat ini, kata Hanif, honorer K2 daan Non-K2 yang diadvokasi PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) sedang mengawal hasil kesepakatan Komisi X DPR RI dengan pemerintah.
Di antaranya adalah agar Perpres Penggajian dan Tujangan bagi Penetapan NIP dan SK PPPK Tahap I segera diterbitkan.
Kemudian pendataan sisa honorer K2 oleh kementerian terkait, bukan oleh organisasi atau forum honorer.
Selanjutnya pendataan honorer Non-K2 oleh kementerian (bukan organanisasi). Dan, terbitnya regulasi seleksi PPPK tahap II bagi honorer K2 dan-Non K2.
\"Selama ini saya diam. Namun kali ini saya harus angkat bicara. Biarlah PGRI, DPR, pemerintah, dan seluruh Indonesia tahu siapa pengurus dan organisasi honorer yang selaras dengan PGRI, DPR dan pemerintah,\" ujarnya.
\"Dengan menolak PPPK berarti cermin calon aparatur sipil negara (ASN) dan organisasi honorer yang membangkang dan tidak selaras dengan pemerintah,\" pungkasnya. (esy/jpnn)
Sumber: www.jpnn.com